Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Senyum Pak Noersamsi Terbawa Sampai Mati

13 Agustus 2019   17:08 Diperbarui: 14 Agustus 2019   06:54 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lelucon Pak Noersamsi (Minggu, 29/11/2015) membuat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terpingkal-pingkal (Dok-ABH)

Sebagai Ketua RW Pak Noer berusaha menyempurnakan fasilitas umum Perumahan Rungkut Barata. Tata kelola fasum yang tadinya "tak bertuan" tahap demi tahap dikonvergensikan dengan Pemerintah Kota Surabaya. Secara pribadi saya sering diajak diskusi. Memang bukan persoalan mudah. Namun Pak Noer seperti tak pernah kenal lelah. 

Pernah terpikir oleh saya. Dalam usia yang semakin menua Pak Noer selayaknya berada pada posisi tut wuri handayani -cukup dari belakang memberikan dorongan dan arahan. Sewaktu hal itu saya sampaikan, dia hanya tersenyum. Senyuman itu seolah-olah menggoreskan kesan: senyumnya orang ikhlas.

Pak Noer  orang yang pendiam. Aktif, disiplin, tetapi juga mudah bergaul. Dia menyadari betul jika dia memiliki kekurangan dan kelebihan atas dirinya. Ketika menjadi Ketua RW, dia memilih Ibu Wahyuningsih (istri Ir. Mukti Hartono, ketua RW sebelumnya) sebagai Ketua PKK Rungkut Barata. Bukan Ibu Noersamsi.

Mengapa? Menurut Pak Mukti, sosok Noersamsi butuh "pendamping" yang kadang-kadang bermata dua. Keikhlasan Noersamsi, kata Pak Mukti, bisa kebablasan kalau tidak ada alarmnya. Bu Mukti dengan mudah bisa menjadi alarm. Dengan cara elok memberi masukan. Sebab, Pak Noer di tengah keikhlasan yang dia miliki, sekali tempo juga bisa meledak emosinya.

Perginya Sang Penari

Rumah kediaman keluarga Pak Noer di Rungkut Barata VIII/3 Surabaya tidak pernah sepi. Ketika saya berkunjung (Senin, 11/8) puluhan pelayat terlihat datang. Memenuhi halaman depan rumah hingga ruang belakang. Nyonya Indrawati -istri almarhum Pak Noer, menemui para tetamu didampingi dua anaknya masinf-masing, Ari Nuryandara (lahir 7 April 1972) dan Virgi Arianto (lahir 22 September 1974).

Masih dibalut kesedihan, Nyonya Indrawati bercerita, tentang sebuah firasat. Sebelumnya berangkat Pak Noer berulangkali bilang kepada istrinya. "Bener ya. Mati di tanah suci itu idaman banyak orang". Bu Noersamsi menghalau ucapan suaminya, "Ah, jangan bicara macam-macam. Besok sudah mau berangkat..."

Nyonya Indrawati lebih dahulu berhaji pada tahun 2016. Waktu itu Pak Noer ikhlas. Pak Noer mengalah demi mematuhi aturan haji. Padahal aturan itu justru "menghambat" niatnya berangkat haji dengan sang istri.

Virgi, putra bungsu Pak Noer juga punya firasat. Seminggu sebelum berangkat, Pak Noer bertanya, "Apa kamu bisa shalat jenazah?" Tentu saja Virgi kaget. Tetapi sang bapak tersenyum, ketika Virgi, dengan tegas menjawab: "Bisa..."

Senyuman Pak Noer yang diceritakan oleh Virgi itu, saya berani pastikan. Sama persis dengan senyum yang pernah ditunjukkan kepada saya: senyumnya orang ikhlas!

Noersamsi merupakan putra Sumenep kelahiran 23 November 1942. Di kartu tanda pengenal (KTP) nama sebenarnya tertulis:  Moeh Noer Samsi. Antara Noer dengan Samsi ada spasi atau jarak. Tetapi para sahabat dan keluarganya lebih nyaman memanggil nama Noersamsi, atau Pak Noer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun