Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Catatan Perjalanan (3), Rabi'ah al-Adawiyah Puncak Cintanya untuk Allah

15 Maret 2018   17:48 Diperbarui: 15 Maret 2018   17:56 2041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Rabi'ah al-Adawiyah di Jerusalem, lokasinya turun-naik dalam lorong (Foto:ABH)

Harta Bukan Pilihan

Ketika ayahnya meninggal, Rabi'ah harus berpisah dengan keluarganya. Karena kondisi keuangan semakin sempit maka Rabi'ah kemudian hidup sebagai pembantu, dengan berbagai macam penderitaan datang silih berganti.

Majikannya berlaku semena-mena, selalu dikekang dan diperas. Tiada henti Rabi'ah selalu berdo'a kepada Allah untuk meminta petunjuk kepada-Nya atas penderitaan yang dialami. Rabi'ah tidak pernah menyia-nyiakan waktu luangnya untuk selalu berdo'a di pagi, siang maupun malam hari.

Setiap hari amalan ibadah yang dilakukan Rabi'ah pun semakin meningkat. Ia memperbanyak taubat, dzikir, puasa, serta menjalankan sholat secara rutin. Setiap kali melaksanakan sholat meneteskan air mata, karena merasa rindu kepada Allah.

Lama-kelamaan majikannya ikut mendengar rintihan Rabiah Al-Adawiyah saat berdoa. Suatu malam majikannya melihat ada cahaya yang menerangi bilik Rabi'ah saat beliau berdoa di malam hari. Ketika diintai dari lubang kunci ternyata di atas kepala Rabi'ah ada sebuah lampu menggantung tanpa terhubung pada apapun.

Sang majikannya merasa bahwa Rabi'ah adalah kekasih Allah. Hingga, dari kejadian itu Rabi'ah dibebaskan majikannya. Bahkan diberi pilihan, yaitu mendapatkan semua harta majikannya atau kembali ke kota kelahirannya.

Karena Rabi'ah hidup untuk menjauh dari kekayaan dan kesenangan dunia, maka beliau memilih kembali ke kotanya untuk menjadi sufi dan mendekatkan diri dengan Allah.

Rabi'ah menghabiskan sepanjang malam untuk bermunajat. Hingga ia dikenal sebagai pujangga dengan syair-syair cintanya yang indah kepada Allah.

Sekembalinya melaksanakan ibadah haji dari Mekkah kesehatan Rabi'ah mulai menurun. Ia tinggal bersama sahabatnya, Abdah binti Abi Shawwal, yang telah menemaninya dengan baik hingga akhir hidupnya.

Menjelang kematiannya banyak orang-orang shaleh ingin mendampinginya, namun Rabi'ah menolak. Rabi'ah diperkirakan meninggal dalam usia 83 tahun pada tahun 801 Masehi / 185 Hijriah.

Berada di dalam makam Rabi'ah al-Adawiyah
Berada di dalam makam Rabi'ah al-Adawiyah
Alhamdulillah, bersama rombongan "Umrah Plus Al Aqsa" Manaya Indonesia beberapa waktu lalu saya bisa menyaksikan makam, atau setidaknya jejak dari Rabi'ah al-Adawiyah di Kota Jerusalem, Palestina. Tiba di makam menjelang waktu isyak. Situasi remang-remang. Pagarnya terkunci rapat. Beruntung, setelah sholat maghrib penjaga makam datang membuka gembok, sehingga rombongan bisa masuk. KH. Abdul Azis pengasuh pondok pesantren Bahrul Hidayah memimpin doa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun