Mohon tunggu...
Arifin Basyir
Arifin Basyir Mohon Tunggu... pensiun pegawai negeri -

jujur aja n terus terang sebenarnya aq ini gaptek asli. awalnya ngenal komputer itu sebagai salah satu mainan anak (komidi puter). demikian juga tentang internet, dulunya ngenal itu sebagai makanan (instan mi, telur dan kornet). awal belajar ngenet didaftarin teman jadi anggota jamaah feisbukiyah (belakangan baru tahu kalau istilah yang bener feisbuker). ketika jadi feisbuker tiap buka akun koq ada tulisan apa yang kau pikirkan dan tuliskan sesuatu di dinding. iseng-iseng belajar nulis disitu. nulis lagi di dinding feisbuker artis tentang surat cinta dan puisi cinta. belajar terus baca koran kompas.com, disitu ada kolom komentar. iseng lagi nulis disitu. pada suatu hari mengenal kompasiana.com. ada kolom komentar yang cukup luas untuk belajar nulis. asyik juga jadi komentator. lama-lama terangsang pingin nulis artikel. waktu ada iklan blogshop, buru-buru ngedaftar. pernah ngikuti blogshop sampai 3 kali (cimart cikarang, kompas jakarta dan itb bandung). sekarang lumayan agak melek teknologi, bisa sedikit nulis n posting aja sudah untung. ya gapteknya masih ada juga sih. belum bisa membuat tautan link klik disini. semoga ada blogshop yang ngajarin gituan. kalau nggak semoga ada relawan yang mau ngajari. aku mau datangi rumahnya, hitung-hitung kopdar... gitu loh. lagian mungkin dapat kopi sungguhan....'kali

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Berkenalan Dengan Sosok Seorang Seniman dari Jawa Tengah

10 Maret 2014   20:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:05 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Secara kebetulan di markas besar Bara JP (Barisan Relawan Jokowi Presiden) 2014 di Jl Bhineka Raya No 3 Cipinang Cempedak Cawang Baru Jakarta Selatan, berkenalan dengan seorang relawan yang sedang dalam aktivitasnya. Menghadiri acara talk show dengan tema ‘Sosok Jokowi-Pemilu Berintegritas’di Rumah Menteng di Jl Subang No 14 Jakarta Pusat, Sabtu 8 Maret 2014.

Ternyata seorang yang satu ini bukan relawan kebanyakan seperti pada umumnya. Minggu malam esok harinya, mengadakan pementasan seni teater bersama Teater Sebumi dan Lembaga Teater Jakarta di Sanggar Halaman Terbuka TIM yang bertajuk ‘Hancurkan Budaya Palsu Munculkan Budaya Kerakyatan’

Nama seorang seniman yang mengaku tinggal di desa Glodokan Bawen Ambarawa  Semarang Jawa Tengah ini adalah Daryanto Bended, seorang bapak yang masih muda sekitar empat puluhan tahun. Penampilan sehari-harinya sebagaimana seniman pada umumnya, lain daripada yang lain dengan potongan rambut yang dipotong habis-habisan atau gundul, meski orang sering menyebutnya botak.

Minggu malam Senin di TIM yang kebetulan cuaca cerah ceria, menampilkan seni gerak tubuh yang tentu sulit diterjemahkan oleh orang awam yang bukan kalangan seniman. Menurut beliau menggambarkan kondisi negara sekarang ini yang sedang sakit. Sesuai dengan lakon yang dipentaskan teater Sebumi, yaitu Demokrasi Puskesmas.

Mas Daryanto Bended yang tampil dengan dandanan unik, seperti penampakan dalam cerita horror. Dengan dekorasi yang tak kalah uniknya, seperti sampah berserakan dan hanya diterangi dengan lampu minyak atau obor di keempat sudut arena pentas. Menambah suasana menjadi seram, barangkali seramnya kondisi negara yang sedang sakit.

Dalam bincang-bincang ngobrol dengan seniman yang menggilai atau tergila-gila dengan dunia seni ini, beliau mau disebut seniman gila atau mungkin maksuidnya nyentrik atau eksentrik. Lagi-lagi ternyata seniman yang juga mengerti masalah hukum ini, mempunyai aktivitas di cabang seni pusi. Puisi karyanya sarat dengan kritik sosial, mungkin juga politik. Mengingat bahwa seni budaya dan politik dapat berpadu menjadi pertunjukan, sebagaimana lakon Demokrasi Puskesmas yang dipentaskan Teater Sebumi.

Berikut ini adalah salah satu karya seni puisinya.

CEPITI MITI MITI

Cepiti miti-miti…. cepiti miti-miti

Ada tikus mati di lumbung padi

Cepiti miti miti…. cepiti miti-miti

Ini tentu sebuah ironi

Di negeri yang konon gemah ripah loh jinawi

Cepiti miti-miti…. cepiti miti-miti

Mati dan mati di negeri sendiri

Negeri kaya raya tapi tak berdaya

Negeri tanpa nurani

Negeri tanpa budaya

Cepiti miti-miti…. cepiti miti-miti

Banyak orang mengaku suci

Namun sukanya kolusi dan korupsi

Banyak orang yang mengaku mumpuni

Namun mirip kompor dan panci

Cepiti miti-miti…. cepiti miti-miti

Negeri subur dan rimbun ditumbuhi apa saja

Subur ditumbuhi pepohonan dan tanaman

Subur pula ditumbuhi gedung, mall, pabrik dan pohon-pohon beton

Malah di parlemen

Tumbuh orang berdasi namun pandai manipulasi

Lahdalah malah ngetrend juga praktek kawin siri

Cepiti miti-miti… cepiti miti-miti

Ha…. ha…. ha…. ha…. ha….

Subur di negeri subur

Tak teratur tanpa diatur

Diatur kok semakin tidak teratur

Namun kalau tidak diatur semakin ajur

Kojur… kojur

Tumbuh subur orang-orang ngawur

Anehnya ada yang dapat gaji dan pensiun padahal kerjanya nganggur

Cepiti miti-miti…. cepiti miti-miti

Orang-orang berama-ramai di jalan raya

Ada yang mati satu dianggap biasa

Ada yang mati tiga juga dianggap  biasa

Mati sepuluh baru dianggap sepuluh

Eee…. mati semua…..malah dianggap  sudah biasa

Cepiti miti-miti…. cepiti miti-miti

Kepadamu ibu pertiwi…. ruh putra-putri negeri

di cerabut dari bumi

bikin miris dan pilu hati

Badalah …. badalah

Nyanyian cepiti miti-miti….. cepiti-miti

Sudah tak lagi tanpa harmoni

Sunyi hati, sunyi jiwa, sunyi nurani, sunyi rasa

Cepiti miti-miti…. cepiti miti-miti

Cepiti rintih-rintih…. cepiti rintih-rintih

Ternyata oh ternyata

Mereka terlahir tanpa telinga

Glodokan, November 2013

Daryanto Bendet

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun