Mohon tunggu...
Arif Hendra Wibowo
Arif Hendra Wibowo Mohon Tunggu... -

Berjalan sesuai arah, bukan arahan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Konsumen Mau Beli, Apa Masalahnya?

19 Mei 2015   13:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Selasa (19/5), saya membaca salah satu artikel yang berjudul “Pengembang Dilarang Pasarkan Properti” di sebuah surat kabar. Isi dari artikel itu sendiri adalah, tentang pelarangan bagi pihak pengembang untuk memasarkan bangunan di pulau buatan atau pulau hasil reklamasi.

Mengutip artikel tersebut, Sekda DKI Jakarta Saefullah mengatakan, hingga saat ini, Pemprov DKI baru mengeluarkan izin prinsip dan pelaksanaan reklamasi, bukan izin penjualan (marketing) kepada pengembang.

Namun, layaknya bisnis kebanyakan, pihak pengembang juga pasti membutuhkan modal yang cukup besar untuk melaksanakan proyek. Namanya juga penjualan, pihak pengembang tidak bisa memaksa konsumen untuk membeli barang yang dia jual. Tetapi bila ada konsumen yang ingin membeli atau pesan, tidak mungkin juga pihak pengembang menolak pembelian atau pemesanan itu.

Semua itu kembali lagi kepada pihak konsumen, kalau mereka berani bayar untuk sekedar Down Payment (DP) lantas apa yang dipermasalahkan. Ini kan sama saja seperti membeli apartemen, pihak konsumen rela membayar untuk sebuah apartemen yang belum dibangun. Mereka yang ingin membeli, apa hak kita untuk melarang-larang mereka?

Hal ini juga dituturkan oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diartikel berjudul “Ahok Akui Sulit Larang Pengembang Jual Properti Reklamasi” yang dimuat di kompas.com. "Mereka enggak jual alasannya, cuma kayak ada yang pesan (properti)," kata Basuki yang karib disapa Ahok, di Balai Kota, Jumat (15/5/2015).

Menurut dia, penjualan properti di pulau reklamasi ini sama seperti orang-orang yang sudah memesan unit apartemen sebelum bangunannya jadi. Basuki mencontohkan, ada seseorang yang ingin membeli rumah di daerah Serpong dan wajib membayar uang muka sebesar Rp 5 juta. Calon pembeli itu berani membayar uang tanda jadi padahal belum tentu mendapat unit rumah serta harus diundi terlebih dahulu.

"Kami enggak bisa kasih sanksi juga, kalau orang mau bayar uang tanda jadi gimana, kayak pesan gitu. Makanya yang beli (properti) yang mau (bayar), ya itu susah. Kayak kita mau beli rumah, bayar uang muka dulu dan belum pasti dapat, boleh enggak kayak gitu? Boleh, orangnya mau (bayar) gimana dong," kata Basuki.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudariatmo mengatakan proyek reklamasi 17 Pulau tidak hanya berkaitan dengan pemerintah, tetapi konsumen secara umum. Pasalnya, setelah pulau buatan tersebut selesai dibangun, pengembang akan membangun berbagai fasilitas properti dan akhirnya dijual ke masyarakat juga.

Disamping itu, hal ini juga dapat diartikan untuk mengukur nilai ketertarikan publik terhadap daya beli masyarakat atas bangunan di pulau hasil reklamasi. Selanjutnya, hal itu pun akan menentukan serta mempengaruhi nilai harga tanah dan bangunan dikemudian hari.

Intinya, pilihan untuk membeli atau tidak bangunan yang bahkan tanahnya pun belum ada ini, ada di tangan pihak konsumen itu sendiri. Yang penting harus ada kejelasan dan perjanjian yang mengikat antara pihak konsumen dan pengembang itu sendiri agar di kemudian hari tidak ada masalah yang timbul karenanya.


Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun