Mohon tunggu...
Arif Borneo
Arif Borneo Mohon Tunggu... -

always try to be confident

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni Menyentuh Hati sebagai Upaya Mengawal Generasi Z

27 November 2017   08:58 Diperbarui: 27 November 2017   09:41 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kids jaman now, demikian komentar seorang netizen di salah satu akun sosial media, yang belakangan ini sangat viral dan menjadi trending topicdi Indonesia. Ungkapan yang singkat dan padat, namun mengandung makna yang sangat dalam, penuh dengan kenyataan dan keprihatinan, yang menggambarkan secara jelas kondisi generasi muda Indonesia saat ini. Ungkapan tersebut selaras dengan ungkapan-ungkapan lain yang telah lebih dahulu ada. Para ahli menyebutnya sebagai Generasi Z. Namun ada juga yang menyebutnya sebagai Generasi Digital atau iGeneration. Mereka adalah generasi yang sangat melek terhadap teknologi.

Teknologi yang telah mereka sulap menjadi sarana bersosialisasi sehari-hari. Kehidupan mereka pun terasa berjalan semakin cepat dan singkat karena generasi Z terbiasa hidup dengan multitaskingatau melakukan berbagai aktivitas dalam satu waktu dan tidak menyukai hal-hal yang rumit. Terlepas dari hal-hal tersebut di atas, generasi ini lahir tidak luput pula membawa berbagai macam sisi negatif. Mereka tumbuh menjadi pribadi yang egosentris atau individualis, seakan-akan mereka hidup dalam dunia mereka sendiri. Hidup serba instan, kurang menghargai proses dan tidak peduli dengan keadaan di sekitar mereka.

Meskipun boleh jadi IQ mereka tinggi, namun EQ mereka menjadi rendah. Dan generasi Z atau iGeneration, cenderung berkurang kemampuannya dalam komunikasi secara verbal. Tidak cukup hanya itu saja, sisi negatif kehidupan generasi Z juga diperparah dengan adanya pengaruh buruk yang bersumber dari internet. Derasnya arus informasi yang mereka akses dari internet tidak mampu dibendung dan difilter lagi. Padahal ada ribuan konten negatif yang sangat berpotensi merusak generasi Z.

Di antaranya moralitas, seksualitas, kekerasan dan kenakalan remaja hingga spiritualitas, menjadi hal yang sangat penting untuk dipertaruhkan. Hanya dengan berbaring, berjalan, duduk, makan atau bahkan sambil tidur sekalipun, mereka dengan mudah berhasil mengkonsumsi semua hal yang tersedia di internet. Mulai dari browsing situs-situs tertentu hingga menghabiskan waktu dengan malas-malasan bersama puluhan akun sosial media yang semakin hari semakin aktif, kreatif dan agresif mencuri kehidupan berharga mereka.

Di sinilah seharusnya para orang tua bisa mengambil peran penting tersebut. Orang tua sebagai subjek utama panutan, pengarah, pendorong dan juga sebagai makhluk sosial, maka dituntut agar mampu menyentuh hati, merangkul dan mengayomi mereka. Ada beberapa jurus jitu yang dapat dilakukan oleh orang tua agar seni menyentuh hati generasi Z ini berhasil dengan gemilang, yakni: (1) pembinaan keislaman sejak dini; (2) smart parenting; (3) bijak dan cerdas ber-IT.

Seni Menyentuh Hati Sebagai Upaya Mengawal Generasi Z

Suatu ketika, pada saat proses penerimaan peserta didik baru, beberapa orang tua siswa mencurahkan isi hatinya. Mereka bercerita secara runut awal mula kisah mengapa mereka menjatuhkan pilihannya kepada Sekolah Islam Terpadu sebagai tempat pembinaan dan pendidikan anak-anak mereka. Mereka mengatakan bahwa betapa sulitnya mencari sekolah yang dapat menyelamatkan akhlak anak-anaknya dari kejamnya kemajuan zaman. Mereka begitu khawatir dengan pergaulan dan cara berinteraksi anak-anak masa kini. Mereka membandingkan bagaimana cara belajar, cara bergaul dan cara beriteraksi mereka ketika masa kecil dahulu, dengan kehidupan anak-anak mereka sekarang. Jelas terdapat perbedaan yang sangat jauh.

Betapa miris hati orang tua ketika melihat anak-anaknya seharian berdiam diri di dalam kamar tidur hanya berteman smartphone atau laptop. Senyum-senyum dan tertawa sendiri melihat layar kaca dengan jari yang fasih menari-nari di keypad. Terkadang juga mereka bahkan teriak kegirangan dan juga menjerit dengan umpatan-umpatan kasar ketika kalah dalam permainan game online. Bahkan yang lebih menyesakkan dada, ada di antara mereka yang anak-anaknya sudah terbiasa dengan melihat konten-konten dewasa, yang sejatinya tidak layak bagi anak-anak seusia remaja. Kemudian, betapa hati orang tua tidak terenyuh ketika anak-anak mereka sudah tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga ia menjadi pribadi yang selfish atau egois dan individualis. Begitulah kira-kira keluhan-keluhan orang tua terkait kehidupan anak mereka. Anak-anak yang demikianlah yang sekarang sering disebut sebagai generasi Z atau iGeneration.

Generation Theory telah mengklasifikasikan 5 generasi, yaitu generasi Baby Boomer yang lahir tahun 1946 -- 1964, generasi X yang lahir tahun 1965 -- 1980, generasi Y yang lahir tahun 1981 -- 1994, generasi Z yang lahir tahun 1955 -- 2010, dan generasi Alpha yang lahir tahun 2011 -- 2025.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2013, generasi Z di dunia sekitar 1,9 milyar jiwa. Indonesia menempati posisi ke empat dengan jumlah 64,8 juta jiwa.

Generasi Z adalah generasi yang memiliki keunikan tersendiri. Apa saja karakteristik mereka? di antaranya :

  • Melek Teknologi Informasi. Generasi Z adalah generasi yang telah menjadikan teknologi sebagai dunia mereka. Balita hingga para remaja menuju dewasa, mereka mampu mengoperasikan perangkat elektronik untuk mengakses informasi. Buku-buku bacaan berupa teks sudah tak laku lagi bagi mereka. Semua bisa mereka dapatkan secara instan lewat internet. Dengan koneksi internet yang memadai dan perangkat elektronik yang canggih, membuat mereka lebih betah untuk berlama-lama di dalam rumah ketimbang harus bermain bersama teman-temannya di luar rumah.
  • Social Mediadi dunia maya sebagai sarana berkomunikasi. Generasi Z adalah generasi yang sangat intens berkomunikasi lewat media sosial. Tiap detik, menit bahkan berjam-jam lamanya mereka bisa menghabiskan waktunya hanya untuk memantau layar kaca dengan berbagai macam aplikasi akun-akun media sosial mereka. Melalui media tersebut, mereka bebas mengekspresikan apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka rasakan dengan cepat. Inilah yang melatar belakangi bahwa generasi Z merupakan generasi yang haus akan identitas atau status mereka di kehidupa sosialnya. Mereka ingin diakui dan selalu ingin eksis sebagaimana orang lain.
  • Multitasking. Generasi Z adalah generasi yang khas dan cukup unik. Secara aktivitas mereka cukup aktif bahkan hiperaktif. Mereka terbiasa melakukan lebih dari satu aktivitas dalam satu waktu. Pola aktivitas tersebut membuat mereka menjadi pribadi yang ingin serba cepat, instan, tidak sabar, tidak peduli pada proses apalagi hal-hal yang rumit. Segala sesuatunya ada di dalam internet. Permasalah hidup ada obatnya di internet.
  • Individualis. Sikap individualis menjadikan mereka seperti hidup di dunia mereka sendiri. Mereka terlalu asyik dengan permainan dan kesenangan mereka. Mereka dengan mudahnya mengacuhkan dan tidak mempedulikan kehidupan di sekitar lingkungannya. Hal ini membuat kurangnya kemampuan mereka dalam berkomunikasi secara verbal. Sikap individualis ini juga mampu membentuk inklusivitas diri. Mereka menjadi pribadi yang tertutup dan susah bergaul dengan orang lain. Pada akhirnya mereka harus berhadapan dengan psikolog untuk membantu memulihkan keadaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun