Pemerintah belum sempat mencetak guru-guru berkualitas, kalaupun ada, banyak yang memilih bergabung dengan angkatan bersenjata untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Dalam situasi ini, kuantitas guru lebih diprioritaskan dari pada kualitas. Tujuan guru dan pendidikan pun lebih diarahkan ke menanamkan patriotisme dan nasionalisme.
Sehingga, pengembangan sains, seperti yang diimpikan Tan Malaka pun, masih harus menunggu. Pada era ini, intervensi pemerintah pusat terhadap pendidikan yang kuat tidak serta-merta hilang begitu saja, justru mengalami peningkatan.
Lebih parahnya lagi, semua guru PNS harus mendukung haluan partai politik tertentu dan sesuai dengan kebijakan negara. Karena fokus pendidikan diarahkan ke pembangunan negara, sehingga tidak terlalu membuka ruang bagi niat kesenian dan ilmu sosial. Siswa-siswi pun diharapkan mempelajari dan menguasai semua hal, walaupun tidak diminati.
Hingga saat ini, Indonesia masih belum memiliki formula yang tepat dalam membangun pendidikan Indonesia menjadi lebih baik. Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor, seperti guru yang tidak kompeten, rendahnya tingkat literasi, kebijakan yang kerap berubah, bahkan situasi politik juga berpengaruh terhadap jalannya pendidikan di Indonesia.
Pendidikan memerlukan guru yang berkualitas. Namun di Indonesia, hal ini masih jauh dari kenyataan. Berdasarkan data Kemendikbud, rata-rata hasil dari uji kompetensi guru di Indonesia masih tidak jauh dari angka 50 (dari 100).
Tentu ini tidak sepenuhnya salah guru itu sendiri. Ada banyak permasalahan seperti insentif menjadi guru berkualitas yang masih kurang dan berbagai faktor lainnya. Pemerintahan harus turut segera meningkatkan kinerja guru. Jika tidak, bagaimana mungkin siswa dituntut untuk menjadi lebih baik?
Guru juga merupakan sosok yang paling penting dalam membangun suatu bangsa menjadi lebih maju. Bahkan, di dalam sejarah, saat kota Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh sekutu pada perang dunia ke-2 tahun 1945 yang membuat negara Jepang porak-poranda baik secara ekonomi, sosial maupun politik.
Namun Kaisar Hirohito yang memimpin Jepang saat itu justru menanyakan "Berapa jumlah guru yang tersisa?" karena menurutnya kekalahan Jepang disebabkan karena mereka tidak belajar. Kehadiran guru pada masa itu merupakan hal yang sangat krusial bagi seluruh masyarakat Jepang, sehingga saat ini Jepang menjadi negara maju dan berhasil bangkit dari keterpurukan.