Mohon tunggu...
Arif Rahman Hakim
Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biasa-biasa saja

Lelaki kelahiran Pati Jawa Tengah suka memancing, sesekali membaca buku dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kakek yang Bijaksana

15 September 2020   10:39 Diperbarui: 15 September 2020   10:45 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali waktu seorang anak muda sedang duduk di cakruk pinggir jalan. Sesekali ia meneguk minuman juga mengunyah camilan yang baru saja dibeli dari sebuah warung kecil yang menyediakan cakruk itu.

Tak ada mendung, tak ada petir tiba-tiba terdengar suara lantang sarat makian, hujatan dan segala hewan kebun binatang keluar dari mulutnya.

Anak muda tadi spontan berdiri beranjak dari cakruk untuk mencari sumber suara itu. Anak muda itu clingak-clinguk sembari memerhatikan lelaki paruh baya yang sedang meluapkan emosinya kepada seorang kakek.

"Kurang ajar betul lelaki paruh baya itu, nggak ada akhlak" Begitu batin anak muda kepada lelaki paruh baya itu.

Entah salah apa kakek itu hingga dimarahi segitunya. Namun begitu, ada hal yang tak biasa dimata anak muda tadi, yaitu kakek yang sedang dimarahi dengan segala macam umpatan tetapi berekspresi kalem saja. Ia tidak berbalas marah, apalagi memaki.

Lalu kakek itu melanjutkan langkah kakinya menuju jalan dimana anak muda yang duduk di cakruk tadi. Sampailah kakek itu berjalan di depan anak muda.
Apa boleh buat, anak muda itu penasaran lalu menghampiri seranya bertanya:

"Wahai kakek, mengapa waktu tadi dimarahi diumpat, dihujat oleh lelaki paruh baya, bukannya membalas, atau melakukan pembelaan, tetapi malah berekspresi biasa saja? "

Dengan senyum arif bijaksana kakek berkata: begini anak muda, tadi aku tidak bereaksi apa-apa bukan aku takut kepadanya. Bukan pula aku tak kuasa untuk melakukan pembelaan kepada diriku. Tetapi aku sadar bahwa umpatan, makian, hujatan yang baru saja ditumpahkan lelaki paruh baya tadi itu hanyalah sampah jiwa. Kalau dia buang sampah, kenapa aku harus memungutnya? apalagi hingga menelan?

Oh sangat tidak rasional kalau sampai aku melakukan hal itu. Kalau seandainya hal itu aku lakukan maka apa bedanya aku dengan dia. Tentu jiwaku jadi turun selevel, bahkan mungkin lebih rendah darinya.

Anak muda itu melongo sambil manggut-manggut memerhatikan kakek yang baru saja melanjutkan perjalanannya.

-Arif Rahman Hakim

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun