Mohon tunggu...
Arif Al Anang
Arif Al Anang Mohon Tunggu... Dosen Hukum Ekonomi Syariah Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

Peziarah makna yang jatuh cinta pada Kalam Ilahi. Dalam sunyi lembar mushaf, ia menemukan gemuruh hidup yang tak terucap. Studi Islam, khususnya Al-Qur’an, bukan sekadar disiplin baginya—melainkan jalan pulang menuju hakikat. Ia hidup di antara kata dan cahaya, menjadikan setiap huruf wahyu sebagai lentera yang menuntunnya melintasi gelap zaman dan bising dunia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengibaran Bendera One Piece, Antara Humor, Hura-Hara, dan Harga Diri Bangsa

4 Agustus 2025   07:56 Diperbarui: 4 Agustus 2025   07:56 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah derasnya arus media sosial, sebuah fenomena kecil berubah menjadi kegaduhan nasional: bendera bajak laut dari manga dan anime One Piece---ikon Jolly Roger dengan tengkorak bertopi jerami---berkibar di tiang sekolah dan sejumlah ruang publik. Awalnya dianggap lelucon remaja, aksi itu dengan cepat membesar, jadi headline berita, mengundang kecaman, bahkan memicu keterlibatan aparat.

Kasus ini menyingkap pertanyaan yang lebih mendasar: apa yang sebenarnya sedang kita perdebatkan? Apakah sekadar soal kain yang dikibarkan, atau makna di balik simbol yang tergeser?

Ekspresi Budaya Pop atau Krisis Simbol?

Tak dapat dimungkiri, One Piece adalah fenomena global. Generasi muda menjadikannya lebih dari sekadar tontonan; ia adalah dunia imajinasi, ruang pelarian, dan simbol pertemanan. Bagi mereka, mengibarkan bendera Jolly Roger bukanlah "mengganti bendera negara", melainkan menunjukkan identitas komunitas, sama halnya seperti memakai jersey klub bola atau menempelkan stiker karakter favorit di motor.

Masalahnya, kali ini bukan stiker atau kaos, melainkan bendera di tiang sekolah---tempat Merah Putih biasa berkibar. Ketika simbol nasional bersinggungan dengan simbol fiksi, sensitivitas publik pun tersentuh.

Humor yang Meledak Jadi Huru-Hara

Bagi pelaku, ini mungkin hanya prank. Sebuah "aksi iseng" yang dimaksudkan untuk lucu-lucuan. Namun, di era media sosial, humor cepat bertransformasi menjadi bahan bakar huru-hara. Foto dan video bendera bajak laut tersebar luas, ribuan komentar bermunculan, dan kemarahan kolektif tercipta seketika.

Masalah ini bukan lagi sekadar "aksi anak sekolah", tetapi bergeser menjadi perdebatan tentang martabat nasional. Bendera negara bukan sekadar kain, melainkan simbol sejarah dan identitas. Dan ketika simbol itu "tergeser", reaksi keras masyarakat bisa dimengerti.

Pendidikan Simbol yang Tertinggal

Namun, marah saja tidak cukup. Fenomena ini menunjukkan celah yang sering kita abaikan: edukasi simbol dan nasionalisme yang kurang relevan dengan cara berpikir generasi Z.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun