Mohon tunggu...
Aries Heru Prasetyo
Aries Heru Prasetyo Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi bidang Crisis Management

Aries Heru Prasetyo, MM, Ph.D menyelesaikan pendidikan S-1 dan S-2 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian melanjutkan pendidikan Doktoral di Fu Jen Catholic University, Taiwan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Covid-19 dan Ujian Terberat Sistem Manajemen Risiko Dunia Usaha

30 April 2020   18:01 Diperbarui: 1 Mei 2020   10:48 1674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di tengah meningkatnya kasus pandemi corona di Singapura, seorang karyawan NUS CO-OP terlihat memakai masker, Kamis siang (26/3/2020). NUS CO-OP adalah koperasi dan toko buku yang berlokasi di National University of Singapore, Singapura Barat.(ERICSSEN/KOMPAS.com)

Deraan Covid-19 pada perekonomian nasional, regional maupun global masih terus terjadi. Selang dua minggu terakhir sejumlah negara aktif dalam mengumumkan estimasi pertumbuhan ekonominya di tahun ini. Beberapa di antaranya bahkan mendekati titik 0%. 

Bagi kita titik 0% pertumbuhan berarti kinerja di tahun 2019 lalu akan sama dengan tahun ini. Namun dengan kompleksitas perekonomian dunia, maka pertumbuhan negatif perlu masuk dalam simulasi skenario terburuk.

Menghadapi hal tersebut, beberapa pimpinan perusahaan kini mulai angkat tangan. Kondisi pasar yang lesu, adanya pembatasan aktivitas masyarakat sebagai upaya menahan laju pandemi serta produktivitas yang menurun telah membawa daya tahan keuangan ke titik nadir. 

Cukup masuk akal bila beberapa perusahaan menyatakan bahwa mereka hanya mampu bertahan dalam hitungan bulanan. Alhasil beberapa kebijakan efisiensi pun dilakukan. Sebagian bahkan menurunkan harga jual produk agar aliran kas masuk dapat tetap terjadi. 

Di sisi lain pembatasan produksi ternyata cukup berdampak pada opsi pengurangan karyawan. Di tahun ini beberapa riset menunjukkan akan terjadi peningkatan pengangguran hingga 7,2% atau bahkan mencapai 10,2% pada skenario terburuk. 

Di tengah hiruk pikuk yang terjadi, sebagai peneliti di bidang manajemen krisis, saya pun mempertanyakan di mana fungsi manajemen risiko? Apakah risiko pandemi seperti Covid-19 ini tak pernah terpikirkan sebelumnya? 

Pertanyaan itu perlu mendapat perhatian kita bersama. Mengapa? Karena tahun 2019 di tingkat nasional ditandai dengan kisah keberhasilan penerapan sistem manajemen risiko di pelbagai sektor. Apa yang salah dengan sistem manajemen risiko yang kita miliki?

Satu jawaban yang lugas adalah karena di banyak praktik, manajemen risiko masih berada pada tataran kualitatif. Tengoklah bagaimana cara kita memutakhirkan daftar risiko, termasuk kriteria kemungkinan dan dampak yang digunakan. 

Ada berapa banyak profesional yang menggunakan pendapat subyektif kualitatif dalam menilai risiko, baik dari sisi kemungkinan maupun dampak. 

Ada berapa banyak perusahaan yang bahkan belum memiliki sistem dokumentasi manajemen risiko yang rapih dan termanfaatkan secara optimal.

Refleksi di atas sekaligus menjadi pertanyaan dan keprihatinan kita semua. Publik telah disilaukan dengan laju pertumbuhan ekonomi negara adikuasa yang cukup baik di penghujung 2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun