Mohon tunggu...
aries budi laksmana
aries budi laksmana Mohon Tunggu... -

mantan pegawai negeri, pernah kerja di swasta, sekarang "ronin", dan terus mencoba menjadi pecinta Republik Indonesia sejati.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Merindukan Mentari Nusantara

12 Juli 2015   03:33 Diperbarui: 12 Juli 2015   03:33 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika mentari bersinar di pagi hari, saat itulah energi begitu berlimpah untuk ditumpahkan dalam berbagai aktifitas pagi. Di Bintaro, tempat dulu kami tinggal, energi itu mengejawantah dalam berbagai bentuk berikut: Ada yang bergegas mencari ojek untuk menuju Stasiun Sudimara, kemudian dilanjutkan berjuang mendapatkan ruang kira kira tiga perempat badan agar bisa masuk ke dalam commuter line menuju tempat kerja; ada yang melepaskan energi itu ke dalam kemacetan pagi baik dengan mobil maupun motor; dan yang top dalam melepas energi tersebut adalah komunitas bike to work, jauh sebelum mentari menumpahkan energinya, mereka sudah menggowes sepeda menuju kantornya masing-masing.

Di sini, Ghent, Sebuah kota kecil di belahan dunia lainnya, walaupun sudah memasuki akhir juni, awal memasuki musim panas, mentari pagi adalah kemewahan luar biasa. kota yang selalu memancarkan kemuraman sehingga manusia manusia di dalamnya harus mampu memompakan energi dalam dirinya untuk mengenyahkan kemuraman tersebut.

Bergegas dan terburu buru adalah pemandangan jamak pagi hari di kota yang murung ini. Mobil, sepeda maupun pejalan kaki hampir semua terlihat seperti diburu sesuatu. Ketika menjejakkan kaki pertama kalinya di sini, rombongan sirkus kami adalah pemandangan yang unik bagi mereka. Sebuah keluarga yang terdiri sepasang suami istri dan tiga anak kecil, terlihat begitu ribet, berjalan berderet deret tanpa bergegas sama sekali. Tentu ini sedikit mengganggu lalu lalang pejalan kaki lainnya, tapi ya inilah rombongan sirkus kami, tetap cuek menuju tempat yang kami tuju.

Pemandangan pagi hari yang muram tersebut akan berubah total pada sore harinya. Entah bagaimana ceritanya, sang mentari terlihat begitu gagahnya. Manusia-manusia pengenyah kemuraman itu akan terlihat memenuhi taman-taman kota atau setiap jengkal ruang terbuka untuk menikmati keceriaan sinar mentari di sore hari sampai kira-kra jam 8 atau 9 malam. Ada yang berjemur, bermain bola, piknik, nongkrong minum beer dan sebagainya. Tentu hal ini akan kontras jika pemandangan di Bintaro, ketika sore hari mungkin suasana malah menjadi muram bagi sebagian besar orang. Kelelahan karena perjuangan hidup terakumulasi dengan perjuangan menuju rumah tercinta untuk bertemu keluarga.

Apakah di sini lebih hebat? Lebih bahagia hidupnya? ah tidak juga menurut saya. Jika suatu ketika kalian bertemu dengan orang-orang yang habis pulang dari luar negeri, biasanya orang-orang ini akan mengalami culture shock begitu tiba di Indonesia. Jadi jangan terkejut ketika mereka bercerita bahwa di luar negeri itu lebih bagus, tertib dan sebagainya. Gambaran di atas sengaja  saya tulis agar terlihat seperti orang orang yang culture shock tersebut, bahwa luar negeri itu terlihat lebih hebat dibandingkan dengan di Indonesia.

Tetapi saya akan bercerita ketidakhebatan juga penduduk benua biru ini. Setelah pesawat mendarat di Brussel, kami harus berganti kereta menuju Ghent. Kebetulan kereta yang kami naiki tidak sebagus commuter line di Bintaro. Tentu kalian berpikir bahwa yang penting keretanya bersih. Wait! Nanti dulu,  ternyata sama saja mas broh, ada juga orang yang membuang sampah sembarangan. Kemudian kami harus berganti bus menuju apartemen tempat kami tinggal, di halte bus, kami bertemu segerombolan orang dengan santainya merokok di sembarangan tempat, bahkan tanpa peduli ada anak kecil di depannya. Belum lagi puntung rokok yang dibuang sembarangan. Mungkin ada yang bilang, ah itu di Belgia saja kali. Tentu tidak, ketika seminggu kemudian kami pergi ke Paris, “sami mawon” alias sama saja.

Cerita ketidakhebatan berikutnya adalah begitu banyaknya ranjau darat yang berupa tahi anjing walaupun sebenarnya di dekat taman telah disediakan tempat pup anjing yang begitu mewah. Jadi jangan kaget kalo tiba tiba sepatu ini secara tidak sengaja menginjak tahi anjing.

Sedangkan cerita tentang kehilangan sepeda adalah hal biasa di sini. Awalnya saya agak heran melihat sepeda digembok pakai gembok segede gaban, tetapi setelah kami mengalami kehilangan sepeda, baru saya mengerti alasannya. Istriku baru saja kehilangan sepeda butut, bobrok dan gembos pula bannya di garasi apartemen. Sepeda tersebut cuma kami gembok dengan gembok yang kecil dan murah.

Jadi jangan berkecil hati Nusantara.  Kami hampir setiap saat selalu membesarkan hati anak anak kami bahwa orang sini juga buang sampah sembarangan, anjing-anjingnya juga berak sembarangan,  mereka juga merokok di sembarang tempat, apa bedanya dengan kita. Kalian anak-anak Nusantara tidak boleh minder dan jangan mau dipandang lebih rendah oleh mereka. Nusantara tempat kalian lahir adalah surga. Mbah putri kalian cukup menjemur di samping rumah untuk mengeringkan baju cucian, tidak seperti kita disini harus menghabiskan listrik dan gas untuk mengeringkannya; atau bagaimana kalian dulu sanggup membeli air mineral dengan rasa yang sungguh mengandung mineral, dibandingkan orang sini minum “tap water” alias air keran yang rasanya benar benar tawar; dan yang luar biasa adalah anugerah dari Gusti Allah adalah sinar mentari yang berlimpah sepanjang tahun.

Tentu di sini banyak juga yang bisa kita contoh dan pelajari  tentang hal-hal yang bagus tetapi hal tersebut tidak perlu lebay untuk ditonjolkan, terlebih lagi sambil menjelekkan Nusantara kita tercinta. Hal inilah yang menjadikan anak-anak kita terus mewarisi sikap minder kita terhadap mereka, contoh yang paling sederhana adalah kebanggaan berfoto dengan “bule”, ah sudahlah.

Ghent, June 21, 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun