Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

6 Tradisi Khas Ramadan dari Seluruh Indonesia

9 Mei 2019   14:00 Diperbarui: 9 Mei 2019   14:33 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam, kedatangan bulan Ramadan pasti disambut dengan gembira. Gembira bersama melangkah, kita semua menghadap Tuhan di bulan yang penuh berkah. Salah satunya adalah dengan beberapa tradisi khas yang dilakukan sebelum dan selama bulan Ramadan.

1. Nyadran

Nyadran sering disebut sebagai Nyekar, adalah tradisi khas masyarakat Jawa, utamanya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Diyakini 'Nyadran' berasal dari bahasa Sanskerta yaitu sraddha yang bermakna keyakinan. Sraddha bertransformasi menjadi sadran yang berarti ruwah sya'ban atau bulan sebelum Ramadhan dengan tradisi membersihkan makam keluarga dan kerabat.

Maka jangan heran kalau 1-2 hari menjelang 1 Ramadan, hampir semua pemakaman umum penuh sesak oleh pembesuk yang datang beramai-ramai untuk membersihkan makam, berdoa, dan juga menaburkan kembang.

2. Balimau

Dalam rangka menyambut bulan Ramadan, masyarakat Minangkabau yang dikenal dengan dasar 'adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah' memiliki tradisi mandi  air jeruk nipis di kawasan dengan aliran sungai atau tempat pemandian untuk membersihkan diri lahir batin sebelum memasuki bulan nan suci. Jeruk nipis itu sendiri di Minangkabau dikenal sebagai limau dan sebelum adanya sabun dikenal sebagai alat untuk membersihkan diri.

3. Meugang

Tradisi khas masyarakat Aceh ini telah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Ketika itu, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda yang memotong hewan dalam jumlah banyak jelang datangnya Ramadan. Dagingnya kemudian dibagikan ke seluruh masyarakat. Sehingga, masyarakat Aceh menggelar tradisi Meugang jadinya tiga kali dalam setahun, yaitu ketika Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.
Masyarakat Aceh akan memasak daging tersebut dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat hingga yatim piatu sebagai wujud rasa syukur atas 11 bulan mencari nafkah.

4. Malam Selawe

Malam selawe tentunya mengacu pada angka 25 dalam bahasa Jawa yang berarti berlangsung pada malam ke-25 Ramadan. Berlangsung sejak zaman Sunan Giri, pada 10 hari terakhir bulan puasa, diyakini bahwa malam seribu bulan akan datang sehingga banyak muslim yang menjalankan itikaf di mesjid agar lebih tenang beribadah.

Untuk masyarakat Gresik dan sekitarnya cukup terkonsentrasi di mesjid Giri yang terletak pada daerah perbukitan di Selatan kota. Niatnya menyepi, eh, karena yang datang banyak malah jadi ramai. Keramaian itu jadinya mengundang kedatangan para pedagang juga sehingga kegiatan Malam Selawe juga identik denganpasar kaget.

Ada juga tradisi malam Bandengan jelang berakhirnya bulan Ramadan ketika petambak bandeng panen ikan ukuran jumbo untuk dilelang di pasar Gresik dan menjadi suguhan penutup puasa serta hidangan khas Lebaran di kota santri itu.

5. Nyorog

Nyorog adalah tradisi membagikan bingkisan makanan kepada keluarga yang lebih tua dan masih berlangsung sampai sekarang meskipun isi bingkisan kadang berubah mengikuti perkembangan zaman dengan berubah dari sayur atau lauk menjadi biskuit, kopi, sirup, dll. Tradisi Nyorog ini berkonsep tanda saling mengingatkan bahwa Ramadan akan segera tiba sekaligus untuk meningkatkan silaturahmi.

6. Megibung

Bali nan kaya budaya itu juga punya. Tradisi menyambut Ramadan ini digelar masyarakat muslim di Bali, di Kampung Islam Kepaon, Karangasem, tepatnya pada hari ke 10, 20 dan 30 hari puasa. Diperkenalkan oleh Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem, sekitar abad 17, Megibung berasal dari kata gibung yang bermakna kegiatan saling berbagi dengan duduk melingkar serta makan bersama suguhan nasi dan lauk pauk yang ada di atas nampan.

Tradisi ini tentu saja tidak lepas dari upaya internalisasi Islam pada masa lampau, sehingga sebagaimana misa dengan Bahasa Jawa di keyakinan Katolik, tradisi-tradisi ini tidak ada di ajaran asalnya :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun