Di dunia kripto, ada satu anekdot legendaris yang jadi penanda bagi para pemain lama:
“Kalau nenek kamu udah nanya cara beli Bitcoin, itu tandanya harga kripto udah deket puncaknya dan kita harus siap siap exit”
Terdengar lucu, tapi sebenarnya menyimpan peringatan yang serius. Maksudnya: ketika kripto sudah terlalu populer, dan semua orang – bahkan yang awalnya nggak paham sama sekali soal investasi – mulai ikutan beli, maka saat itulah sering kali pasar siap untuk dibalik arahkan. Dan yang belakangan masuk? Sering kali jadi exit liquidity.
Apa itu Exit Liquidity?
Exit liquidity adalah mereka yang membeli suatu aset ketika harganya sudah tinggi -biasanya saat sedang hype atau tren- dan secara tidak sadar menjadi pembeli terakhir sebelum harga ambruk. Mereka jadi “penopang” untuk para pemain lama (bandar) yang sudah masuk dari bawah dan sedang menjual.
Bayangkan seperti ini: ada gelas yang sudah hampir penuh, lalu datang gelombang besar orang yang menuang air ke dalamnya. Tumpah lah semua, dan yang terakhir menuang justru kehilangan semuanya. Dalam kripto, para pemula yang baru ikut-ikutan saat harga tinggi, adalah pihak yang paling rawan merugi — karena mereka membeli di puncak, dan menjual di dasar.
Tanda-Tanda FOMO Mulai Menyebar
Kemarin saya naik Grab, ngobrol ngalor-ngidul sama sopirnya. Ternyata, beliau udah mulai nyicil beli kripto dari hasil narik. Nggak cuma itu, friendlist Facebook dan Instagram mulai rame bikin story referral exchange kripto, bahkan ada yang promosi PNL Profit and Lose (Untung dan Rugi) tiap hari.
Di satu sisi, ini bagus. Artinya masyarakat makin melek soal aset digital. Tapi di sisi lain, ini juga sinyal klasik: FOMO sudah menjalar ke ranah publik. Dan kalau terlalu banyak yang FOMO, pasar bisa jadi bubble.
Masuknya Saya ke Dunia Kripto, Tanda Bahaya?
Saya, seorang guru SD Negeri di pinggiran Utara Jakarta sekarang juga mulai nyemplung ke dunia kripto belakangan ini. Pertanyaannya: apa jangan-jangan saya termasuk bagian dari tanda puncak harga itu?