Tidak pernah sama sekali.  Seperti apa pun kenakalan kami , empat anak laki - laki, dan satu perempuan,- beliau tak pernah sampai menjatuhkan tangan. Biasanya beliau hanya mengurut  dada, dan mengeluarkan kata - kata, :" OOh, anak ku, semoga kalian nanti jadi orang semua, dan bakti sama orang tua," itu saja.Â
Malam itu, Kulihat mata ayah ku berbinar -binar, tanda kebahagiaan hati nya di usia yang sudah mulai senja. Keriput  mulai bergayut di kelopak mata dan tulang pipi nya. Bekas gurat-gurat perjuangan hidup membesar kan kelima anaknya. Â
Dalam hati aku bergumam,, " Ya Allah, belum ada yang dapat kulakukan  dan ku baktikan pada mereka, sementara waktu tanpa kompromi menggilas nya,?"  Rasanya baru kemaren aku dipimpin dengan genggaman tangan kokoh nya, rasanya baru saja, aku merebahkan kepala di pangkuan ibu ku, dan hari ini, aku telah menjadi orang tua, dengan dua anak . Waktu memang tak pernah menunggu,!" Begitu cepat ia  melintas dan melindas, mengubah hari dan bulan, tanggal dan tahun.Â
Alangkah sia sia nya hidup, jika kita tak menikmati waktu yang kita lalui. karena hidup sangat berharga. Karena hidup adalah anugrah.
Bagiku,  apa yang telah kulalui adalah pengalaman batin, yang memperkokoh identitas diri dan kesadaran tentang arti kelahiran ku. Sekarang aku tahu  bahwa kelahiran ku tak lebih hanyalah agar aku menemukan Tuhanku. Â
Menyembahnya dengan kesadaran penuh. Meyakini dengan sepenuh hati. Â Karena sepanjang hidup yang kulalui, tak pernah putus bantuan dan pertolongan Nya atas ku. Alhamdulillah!
Suara Ayah ku sayup - sayup hilang dari pendengaran. Aku tertidur pulas sekitar jam : 03.00 malam diatas kereta yang melaju kencang menuju Surabaya malam itu.Â
Setibanya di Surabaya, ku carterkan mobil untuk kami sekeluarga. Dan sekitar pukul setengah sepuluh pagi, kami  tiba dirumah.  Istri dan kedua anakku menyambut mereka.  Anak ku masih kecil, yang pertama berusia tiga  tahun dan yang kedua dua tahun, tapi mereka sudah bisa berjalan dan bicara dengan celoteh lucunya. Â
Ayahku memeluk dan menggendong kedua cucu nya. Â Aneh nya, kedua anak ku terlihat senang dan tidak menangis, padahal biasa nya, mereka akan lari kepelukan istri ku, ketika bertemu dengan orang yang tidak pernah dilihat sebelum nya. Mungkin naluri mereka mengerti, bahwa ini adalah kakek nya.
Sekitar setengah tahun, Â ibu beserta kedua adik ku tinggal bersama kami. Â Kadang mereka di rumah ku, kadang mereka ku ajak ke Bali. Sebelum akhir nya mereka pulang, dan tak pernah datang lagi. Â Ayahku tetap bertahan, sampai setahun kemudian.ÂBeliau kuberi kebebasan. Mau ikut dengan ku, atau tinggal bersama cucu. Kadang beliau ikut bersama ku, kadang tinggal dirumah bersama cucu dan menantu. Kurang lebih setahun, beliau juga ingin pulang, aku ber upaya menahan nya, sekuat tenaga, tapi upaya ku sia - sia.Â
Waktu itu sekitar tahun dua ribu satu, pesawat rute Surabaya - Pontianak, belum tersedia di bandara Juanda. Hanya ada rute Pontianak Yogya, Semarang, dan jakarta saja. Akhir nya beliau  kuantarkan sampai pelabuhan laut  Surabaya, untuk naik kapal, dengan kutitipkan pada salah satu teman, yang juga punya tujuan yang sama kesana.Â