TRUE Story : Dari Kisah, Kusujudkan Cintaku di Mesjid Sultan
Bab.IV.hal.3 # Renungan , sekitar tahun sembilan belas delapan puluh delapan
 Setamat nya dari SMA tempo hari, aku sempat bekerja sebagai Pegawai Negeri. Suatu pekerjaan yang di idamkan banyak orang di tempatku. Tapi tidak begitu halnya bagi ku. Jiwa muda Ku kadang bergolak, mencari kebebasan yang lebih luas. Mencari petualangan. Mencari tantangan.Â
 "Aku ingin melihat dunia. Bukan hanya Kalimantan ini, jadi batasan jiwaku. Bukan hanya berangkat pagi , pulang sore, tiap bulan terima gaji. Bukan hanya rutinitas dari rumah ke kantor pulang pergi. Tidak,! Aku ingin melihat dunia. Aku ingin mengembara. Aku ingin menjelajah. Menaklukkan dunia
"Aku ingin menikmati sinar matahari dari tempat yang berbeda,tidak hanya matahari Khatulistiwa saja. Aku ingin menikmati hidup ku. Aku ingin bebas. Mengunjungi tempat dan daerah baru. Aku ingin ketika membuka mata, ditempat yang berbeda dari hari ini. Begitu jerit batin ku,!!"
Sudah beberapa hari ini hati Ku gelisah dan gundah. Keresahan yang memang kadang hadir dan datang tiba -tiba, menyergap dan menyelimuti jiwa. Entah kenapa? Â Pada mulanya tidak begitu Ku hiraukan, akan tetapi semakin hari semakin bertambah. Â ( klik disini )
Di malam hari, aku tak sanggup memejamkan mata. Berbagai hal berkecamuk di benak Ku.. Bayangan tentang kegagalan, tentang harapan, tentang keinginan, cita -cita, masa depan, pokoknya penuh berputar di kepala. Kegalauan ini bergayut dan mengelindan di benak ku.Â
Mungkin ada sedikit ketakutan ku tentang masa depan, mengingat segala yang ingin kuraih dan ku capai, hingga hari ini, masih jauh panggang dari api. Maklum saja jiwa muda, masa dimana kebimbangan adalah sahabat nya.  Kebingungan adalah teman setia nya. Masa ini adalah masa pancaroba. Kadang panas, kadang hujan, tiba -tiba. Kadang tersenyum sendiri, kadang menangis diam-diam, tanpa tau sebab dan pemicu nya. Inilah masa yang penuh dengan bahaya pada masa transisi anak manusia. ( lihat juga )
Untuk sekedar melonggarkan nya, aku keluar dari rumah. Tengah malam, lalu duduk nongkrong bersama beberapa teman ku, yang sebagian memang sedang pesta menenggak minuman keras. Aku mendekati mereka, dan ikut nongkrong bersama.
Temanku menerima dengan baik, meskipun mereka semua tahu, aku tak pernah minum alkohol, tak pernah menyentuh minuman keras, tak pernah mencicipi lonang, wisky, topi miring, dan sebagainya.