Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jejak Para Brahmana (1): Bertemu Sister Sukriya

22 Juni 2015   07:32 Diperbarui: 6 Juli 2015   15:01 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Hari masih pagi. Matahari juga belum terlalu tinggi, namun aku sudah rapi. Duduk di atas sebuah kursi rotan yang ada di teras yang tidak terlalu luas. Taksi pesananku belum juga datang hingga aku masih berkesempatan melanjutkan membaca karya Owens. Sebuah buku berjudul Spirituality in Life. Buku spiritual yang berhasil mengaduk-aduk perasaanku.  Buku itu kubeli sepuluh tahun lalu, namun dua tahun belakangan baru menarik untuk dibaca. Kureguk sisa white coffee dari cangkir indah warna hijau kembang kesukaanku, seduhan lepas tahajud tadi. Entah ini kali yang ke berapa aku membacanya. Mataku tertuju dan tertuju lagi pada sebuah paragraf yang kugaris merah. Aku terpikat dengan kalimat-kalimatnya:

"Spiritualitas dan agama adalah dua hal yang berbeda. Orang yang beragama belum tentu ia spiritual. Spiritualitas tidak bisa diukur dari jumlah berapa kali dalam seminggu seseorang memasuki rumah ibadah. Namun spiritualitas itu dibuktikan. Spiritualitas adalah tentang bagaimana mempraktikkan kasih sayang Tuhan (Yang Maha Tinggi) dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bukan hanya dengan sesama manusia, namun dengan semesta raya."

"Mama mau kemana? Kok pagi-pagi sudah mau pergi?", tanya Samudra yang berhasil membuyarkan konsentrasiku.

Ia satu-satunya anak lelakiku. Sesuai jalannya drama kehidupan, ayahnya kuijinkan menikah lagi dengan perempuan lain yang lebih baik dariku. Meski usianya 22 tahun, Samudra tumbuh dewasa lebih cepat dari anak-anak sebayanya.  namun ia selalu bilang bahwa cita-citanya adalah ingin menikah muda. Alasannya sederhana. Ia ingin memberiku kesempatan melihat cucuku dewasa sebelum aku mati nanti. Mungkin karena didorong oleh pengalamannya. Belum puas ia membahagiakan neneknya, namun sang nenek sudah harus meninggalkan dunia fana ini. Reaksiku? Tentu saja aku diplomatis setiap kali kami diskusi soal ini.

"Mama mau ke timur. Sister Sukriya memberi waktu pagi ini untuk bertemu. Kemarin permintaan mama dibatalkan karena di padhepokan sedang ada kegiatan", jawabku.

"Mama sudah pernah ke sana?", tanyanya sambil berdiri meninggalkan computer di ruang kerjanya lalu  menuju ke arahku duduk.

"Belum!", jawabku singkat.

"Hah! Belum? Hati-hati loh maa..! Mama mau pindah agama?", matanya pura-pura membelalak seperti gaya artis-artis sinetron.

Dan...peringatan terakhir dia ini, membuat kami tergelak bersama.

Samudra memang  gemar mencandai aku soal-soal begini. Tak perlu aku jawab. Lagian, ia memang tidak memerlukan jawaban mamanya. Di rumah ini bebas-bebas saja, kecuali satu kesepakatan yang diulang-ulang untuk saling mengingatkan. Harus selalu mengingat Tuhan dan berupaya selalu berada pada koridor jalan hidup bermakna. Hidup yang bermanfaat bagi banyak orang. Itu saja.

Waktu menunjukkan pukul enam seperempat ketika sopir taksi biru itu membunyikan klakson tanda siap mengantarku. Aku buru-buru meringkas buku, memasukkan ke dalam tas dan berdiri. Seperti biasanya bila salah satu kami harus pergi ke luar rumah, kuulurkan punggung tangan kananku pada Samudra. Ia menciumnya, lalu aku mencium lembut kening yang penuh poni keriting itu. Dalam adegan yang demikian, selalu kupanjatkan doa agar ia menjadi anak yang selalu baik dan diberkati oleh Allah. Kutinggalkan dia dengan salam lalu kubuka pintu taksi dan duduk di belakang pak sopir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun