Bahasa figuratif merupakan bahasa yang digunakan para penyair untuk mengungkapkan sesuatu dengan cara tidak seperti biasanya. Bahasa figuratif terkandung dalam estetika puisi. Menurut Abrams (1981, hlm. 63) bahasa figuratif adalah penyimpangan penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai sehari-hari, penyimpangan dari bahasa standar atau penyimpangan arti sebuah kata. Penyimpangan rangkaian kata tersebut bertujuan untuk memperoleh beberapa makna khusus.
Figuratif berasal dari bahasa Inggris figurative, yang berasal dari bahasa Latin figura, yang berarti form, shape. Figura berasal dari kata fingere dengan arti to fashion. Istilah ini serupa dengan pengertian metafora (Scott, 1980). Menurut Hawkes (1980), tuturan adalah menyatakan suatu makna dengan cara yang tidak biasa atau tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya. Tuturan figuratif atau sering kita sebut dengan bahasa kias digunakan oleh sastrawan untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak langsung dalam mengungkapkan sebuah makna.
Bahasa kias pada umumnya digunakan para sastrawan untuk menciptakan suatu karakter dalam pemaknaan kata. Dengan adanya bahasa figuratif inilah suatu karya sastra dianggap dapat membawa perhatian tersendiri, menimbulkan bahasa kekinian, dan memperjelas kalimat imajinasi (Pradopo, 1993). Tuturan figuratif mengiaskan atau menyamakan suatu hal dengan hal lain supaya gambaran kalimat menjadi jelas, menarik, dan lebih hidup.
Terdapat dua bahasa figuratif utama yang digunakan dalam puisi, yaitu majas dan idiom.
Majas berarti penggantian suatu kata dengan kata yang lain berdasarkan perbandingan umum dengan yang umum, yang umum dengan yang khusus, ataupun yang khusus dengan yang khusus. Perbandingan tersebut berlaku secara proporsional, dalam arti perbandingan itu memperhatikan potensialitas kata-kata yang dipindahkan dalam menciptakan gagasan baru (Aminuddin, 1995).
Majas lebih dikenal dengan istilah "Gaya Bahasa". Majas yaitu pemanfaatan kekayaan bahasa untuk memperoleh arti yang tersirat dalam menyampaikan sebuah perasaan baik secara lisan maupun tertulis. Secara garis besar, majas dapat dibagi menjadi tiga golongan:
A. Majas Perbandingan
Majas perbandingan adalah kata kiasan yang menyatakan perbandingan guna meningkatkan kesan, pengaruh terhadap pendengar atau pembaca. Dilihat dari cara pengambilan perbandingannya, majas ini dapat dikelompokkan menjadi:
1) Perumpamaan
Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti, dan laksana. Seperti contoh, "Bagai batu kalimat-kalimatku terbujur kaku" (Puisi Diki A. Sodik)
2) Metafora
Majas yang menyatakan ungkapan secara langsung yang berupa perbandingan yang sesuai. Pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti sebenarnya, akan tetapi sebagai sandaran yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Seperti contoh, "matinya ulama gelaplah agama" (Puisi Ahmad Baequni)
3) Personifikasi
Majas yang membanding-bandingkan benda yang tidak bernyawa dan seolah bersifat seperti perilaku manusia. Contoh "Malam menggeliat seperti gadis dalam mataku" (Puisi Muhammad Zaxiani Ghufron)
4) Alegori
Majas yang membandingkan sesuatu hal dengan sesuatu yang lain dalam kesatuan yang utuh dan biasanya berbentuk dengan simbol-simbol bermuatan moral.
5) Simbolik
Majas yang melukiskan sesuatu dengan memperhatikan suatu benda, binatang, dan tumbuhan sebagai simbol.
B. Majas Pertentangan
Majas pertentangan adalah kiasan yang menyatakan pertentangan dengan maksud yang sebenarnya diungkapkan oleh penutur/penulis dengan maksud meningkatkan kesan berlebih dan membawa pengaruh kepada pembaca/pendengar. Majas pertentangan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
1) Antitesis
Antitesis adalah majas yang menggunakan pasangan kata yang berlawanan arti/antonim. Contoh "Para malaikat juga iblis terbakar lagi sayap dan jubahnya" (Puisi Ilafat Salamandra)
2) Hiperbola
Majas yang berupa pernyataaan berlebihan dari kenyataan dengan maksud memberikan kesan mendalam/mencari perhatian. Contoh "Dibiarkannya separuh usiaku membengkak" (Puisi Diki A. Sodik)
3) Litoses
Majas yang menyatakan sesuatu dengan cara berlawanan dari kenyataannya dengan tujuan meremehkan atau merendahkannya. Contoh "Ada banyak cara untuk menjadi walikota, salah satunya berani menggusur kali lima" (Puisi Acep Zamzam Noor)
4) Paradoks
Majas yang mengandung pertentangan antara pernyataan dengan fakta yang nyata. Contoh "Hatiku merintih di tengah hingar binar pesta saat ini".
Â
C. Majas Sindiran
Majas sindiran adalah kata-kata kias yang berisikan sindiran dengan tujuan meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pembaca/pendengar. Majas ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian lagi, diantaranya:
1) Ironi
Ironi adalah majas yang dinyatakan dengan tujuan menyindir sesuatu. Contoh "Ada banyak cara untuk menjadi presiden RI, salah satunya rajin istighotsah bersama kiai" (Puisi Acep Zamzam Nor)
2) Sinisme
Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung
3) Sarkasme
Sarkasme adalah majas sindiran yang paling kasar dan pengungkapannya seperti orang yang sedang marah. Contoh "Kini kau harus bersujud! Seperti perilaku manekin. Kitab yang kau baca jadi penuh warna, karena ditulis dari tinta festival" (Puisi Benny Yohanes)
- Idiom
Menurut Panuti Sudjiman (1984), Idiom adalah pengungkapan bahasa yang bercorak khas baik karena tata bahasanya maupun karena mempunyai makna yang tidak dapat dijabarkan dari makna unsur-unsurnya.
Suhendra Yusuf (1995) mengartikan idiom sebagai kelompok kata yang mempunyai makna tersendiri dan tidak sama dengan makna kata per katanya. Idiom mempunyai karakteristik bentuk dan makna dalam kebahasaan yang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Makna idiom tidak dapat diterjemahkan secara satu persatu melainkan secara kesatuan. Misalnya: tangan panjang, awan hitam, keras kepala, tangan kanan dan sebagainya.
Sumber Bacaan :
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-bahasa-figuratif-dalam-puisi/124317/2. Diakses, 1 Maret 2020.