Mohon tunggu...
Ariani Selviana
Ariani Selviana Mohon Tunggu... -

Menulis adalah cara cerdas untuk "curhat"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup adalah Sebuah Pembalasan

20 Mei 2014   02:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:21 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu sore , saya terlibat obrolan ringan dengan seorang sahabat. Dia ngomel, ngedumel, bersungut dengan pol. Serasa tong sampahlah saya!Namun, tidak ada rasa sakit hati atau jengkel, justru sebaliknya saya merasa tersanjung. Baginya saya adalah sahabat sehingga tidak ada rasa sungkan , tidak ada usaha menjaga image. Semua keluar dengan lancar, isi hati bahkan isi ususnya.

Pasal yang dikeluhkan adalah sikap anak remajanya yang tengah puber keblinger. Kepincut anak gadis tetangganya. Tidak persis depan rumah, tapi masih satu blok selisih beberapa rumah saja.

Rasa marah cemburu, sakit hati, sedih bercampur jadi satu melululantahkan perasaan. Dia merasa kehilangan seorang anak sebelum masa perkawinan tiba. Walau begitu , tidak sampai hati dirinya mengutuk atau menyumpahi anak itu apalagi sampai memutuskan talak. Hehehe…hati boleh panas sista , tetapi kepala harus tetap dingin !

Sebagai orang luar, santai saja menerima uneg-unegnya itu, lalu tanpa beban saya ajak dia flashback ke masa dia dan suaminya berpacaran, “ Hahaha…santai ajalah. Ini karma!” Dia memang makin marah mendengar komentar itu, “ Karma apaan, gua gak pernah kualat sama nyokap gua!” dengan mata mendelik.

Saya jelaskan kepadanya betapa sikap anak remajanya itu sama dengan prilaku bapaknya. Bambang ( nama suaminya…sst saya samarkan ya) saat memacari sahabatku ini paling doyan ngendon. Datang pagi , pulang larut malam. Ada saja yang dia lakukan sehingga tidak ada alasan orang rumah sahabatku ini untuk mengusirnya. Tangannya yang ringan itu sangat membantu calon adik ipar dan calon mertua. Benar-benar menyatu dengan keluarga sahabatku .

Teringat pada suatu malam, sahabatku ini didatangi ayah dan ibunya Bambang. Mereka protes akan sikap anaknya yang tidak betah di rumah. Orang tua itu minta tolong untuk menasihati Bambang agar lebih betah tinggal di rumah. Namun, apa daya…ibarat kumbang penghisap madu akan selaliu tertarik mencari kuntum bunga. Bambang sang kumbang tetap mencari kembang kesayangannya.

Saat kuceritakan kembali kisah itu, sahabatku hanya nyengir kuda, “ Gini kali ya perasaan nyokapnya si Bambang waktu itu.” . Saya hanya manggut-manggut sambil menyembunyikan senyum.

Dalam hati , terbersit juga sebuah kekhawatiran. Beberapa kali dalam hidup ini-disadari atau tidak, disengaja atau tidak -saya pernah menabur angin . Dan artinya…harus siap menuai badai nih. Paling tidak , saya diizinkan merasakan apa yang pernah orang lain rasakan akibat perbuatan saya. Sesungguhnya hidup adalah hukum akibat sebab ; hukum tabur tuai. Secara ekstrem, hidup adalah sebuah pembalasan.

Mari kita berbuat baik bila ingin menuai sebuah kebaikan. Apa yang orang lain ingin lakukan kepadamu, maka lakukanlah itu lebih dulu kepada mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun