Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beban Nepotisme dan Kesenjangan SDM dalam Desentralisasi Kesehatan

30 Juni 2022   20:14 Diperbarui: 30 Juni 2022   21:17 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak 2001, kita mengenal adanya desentralisasi kesehatan. Desentralisasi ialah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya masing-masing. 

Terdapat sisi positif dan negatif dari penyelenggaraan desentralisasi. Positifnya ialah sebagian besar dari keputusan dan kebijakan yang ada di suatu daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintah pusat, sehingga diharapkan dapat tercipta optimalisasi pembangunan kesehatan karena upaya kesehatan yang lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 

Namun, sisi negatif atau kekurangan dari desentralisasi ialah kemungkinan kesenjangan atau disparitas yang dapat semakin lebar antar daerah karena salah satunya faktor perbedaan kualitas sumber daya manusia dalam mengelola sistem termasuk keuangan dalam membiayai setiap kebijakan dan pembangunan kesehatan di daerah. 

Faktor perbedaan kualitas sumber daya manusia (SDM) inilah yang ingin saya bahas pada tulisan saya hari ini. 

Beberapa hari yang lalu, saya melakukan penjelajahan pada internet untuk membandingkan apakah pemerintah daerah A memiliki regulasi turunan terkait regulasi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat, yang sebelumnya sudah lama dimiliki oleh pemerintah daerah B. 

Karena saya pikir, ini memang adalah tugas pemerintah daerah untuk membuat regulasi turunan saat pemerintah pusat telah membuat regulasi induk, mensosialisasikannya, dan menghimbau pemerintah daerah untuk mengeksekusi pelaksanaannya dengan menyesuaikan keadaan daerah masing-masing. 

Setelah berjelajah lumayan lama, akhirnya saya mengetahui bahwa ternyata benar daerah A hingga kini tak memiliki regulasi turunan tersebut. 

Saya bertanya-tanya bagaimanakah selama ini penyelenggaraan kebijakan dari pusat di daerah A tersebut? Apakah benar tak ada masalah? Atau sebenarnya ada masalah namun dihiraukan begitu saja? Kemana saja sumber daya manusia pengelolanya?

Rasa penasaran saya di atas sebenarnya berasal dari keresahan saya terkait isu disparitas situasi kesehatan antar daerah jika melihat dari data yang sediakan oleh pemerintah pusat, salah satunya ialah saat saya menyaksikan webinar terkait evaluasi program stunting dimana membahas bahwa serapan dana yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk penanganan kasus stunting yang begitu bervariasi dari daerah satu dengan daerah lain. 

Ada daerah dengan serapan dana yang tinggi, ada daerah yang hampir tak menyerap dana sama sekali. Saya kembali bertanya-tanya. Apakah daerah dengan serapan dana yang rendah memang tak ada masalah hingga tak melakukan program dan kemudian tak menyerap dana, atau ada masalah namun dengan sumber daya manusia yang bekerja seadanya, program tak berjalan sebagaimana mestinya?

Pertanyaan besarnya, mengapa ada perbedaan kualitas sumber daya manusia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun