Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menutup Celah Potensi Korupsi Dana Desa untuk Penurunan Stunting

20 Juni 2022   18:40 Diperbarui: 20 Juni 2022   19:12 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai negara yang terdiri dari banyak kepulauan, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa menuntut pemerintah untuk semakin hari semakin menggiatkan optimalisasi desentralisasi kesehatan untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang beragam di seluruh wilayah Indonesia. 

Kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan dapat dimaknai sebagai strategi penting dalam melaksanakan reformasi dalam pelayanan kesehatan. Governance (pemerintahan) dalam pelayanan kesehatan akan lebih efisien jika dilaksanakan oleh otoritas yang memiliki kontrol geografis paling minimal mengingat geografis paling minimal berbanding lurus dengan jumlah cakupan yang diberikan kebijakan, implementasi dari kebijakan, hingga monitoring serta evaluasi.

Salah satu kebijakan kesehatan yang akhir-akhir ini menjadi prioritas mengingat betapa isu kesehatan ini adalah isu yang memiliki urgensi tinggi terhadap kualitas sumber daya manusia dan pada akhirnya berdampak pada produktivitas dan kemajuan suatu negara dalam jangka panjang ialah isu darurat mengenai masih tingginya angka stunting di Indonesia. 

Angka stunting di Indonesia, menurut Riskesdas, telah banyak menunjukkan penurunan sejak tahun 2013 yakni 37.2%, lalu menjadi 30,8% di tahun 2018, kemudian menjadi 27,7% di tahun 2019, dan terakhir menjadi 24,4% di tahun 2021. Kita patut bersyukur atas kabar baik ini. Namun bukan berarti kita harus menghentikan perjuangan. Menurut WHO, angka stunting di Indonesia masih berada di angka yang ditargetkan oleh WHO yakni masih di atas 20%.

Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 hari pertama kelahiran (HPK). Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi baru lahir, balita, anak, hingga remaja perlu mendapat perhatian untuk mencegah terjadinya stunting. Stunting akan berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa. 

Stunting dalam jangka panjang berdampak buruk tidak hanya terhadap tumbuh kembang anak tetapi juga terhadap produktivitas sumber daya manusia lalu berdampak melalui kerugian ekonomi akumulatif suatu negara. 

Melihat betapa seriusnya masalah stunting yang telah menjadi akar permasalahan produktivitas dan perekonomian negara ini memperlihatkan kita alasan dibalik mengapa pemerintah bergerak dan menjadikan isu ini sebagai isu prioritas pembangunan yang membutuhkan keterlibatan aktif multisektor dalam kegiatannya. Konvergensi adalah pendekatan yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan program dari pusat hingga desa. 

Betapa seriusnya masalah stunting ini direspon dengan Kementerian Desa yang memastikan bahwa penanggulangan stunting di desa menjadi salah satu program prioritas pembangunan desa. 

Penanganan stunting di desa tercakup dalam tujuan-tujuan SDGs Desa sebagai arah kebijakan pembangunan desa. Diantaranya adalah tujuan SDGs Desa ke-1, tujuan SDGs Desa ke-2, dan tujuan SDGs Desa ke-5. Mengutip dari situs web Kementerian Desa, disebutkan bahwa pemanfaatan dana desa untuk penanganan stunting dilakukan desa melalui kegiatan pemberian makanan tambahan anak dengan total anggaran pada tahun 2019 sebesar Rp 2,4 triliun, dan tahun 2020 sebesar Rp 1,6 triliun; kegiatan rehab dan operasional posyandu, pada tahun 2019 sebesar Rp 1,7 triliun dan pada tahun 2020 sebesar Rp 4,1 triliun; kegiatan pembelian obat untuk poskesdes dan polindes, pada tahun 2019 sebesar Rp 554 miliar dan pada tahun 2020 sebesar Rp 538 miliar; untuk anggaran operasional bidan desa, pada 2019 sebesar Rp 318 miliar, dan pada 2020 sebesar Rp 57 miliar; kegiatan rehab dan operasional Polindes, pada tahun 2019 sebesar Rp 8,2 miliar, dan pada tahun 2020 sebesar Rp 7,4 miliar; kegiatan rehab dan operasional Poskesdes, pada tahun 2019 sebesar Rp 13 miliar dan pada tahun 2020 sebesar Rp 23 miliar.

Melalui tulisan ini, penulis berharap dapat memberikan pengingat kepada para pembaca, bahwa terdapat dana yang rutin dikucurkan setiap tahunnya kepada desa untuk penanganan stunting mengingat betapa besar urgensi untuk mengejar target penurunan stunting. 

Oleh karena itu, pemerintah desa diharapkan untuk dapat memberikan transparansi sebaik-baiknya kepada masyarakat mengenai jumlah alokasi dana, serapan dana,  dan program-program terkait stunting apa saja yang sudah menyerap dana tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun