Mohon tunggu...
Arfahani
Arfahani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Evaluasi JKN: Siapa yang Berperan?

29 November 2018   16:33 Diperbarui: 29 November 2018   16:39 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Model ini meliputi revisi terhadap tingkat iuran PBPU untuk mereka yang memilih kelas rawat inap yang lebih murah (Kelas II dan III), dan mencerminkan upaya BPJS-K baru-baru ini untuk memperbaiki pengumpulan iuran (misalnya melalui perpanjangan waktu tunggu untuk mendapatkan kepesertaan setelah registrasi, dengan mewajibkan pendaftaran kepesertaan per rumah tangga dan mengecek kepatuhan peserta dalam membayar iuran). 

Tingkat iuran PBI dipertahankan agar selalu tetap karena tingkat pemanfaatan oleh kelompok ini masih rendah sehingga jika dinaikkan hanya akan mensubsidi kelompok-kelompok pembayar iuran. Tingkat kontribusi sektor formal dihitung kembali menggunakan data gaji spesifik per wilayah dan data pendaftaran.

Defisit JKN mencapai Rp 6,23 triliun pada tahun 2017, dengan rasio pengajuan penggantian biaya rata-rata sebesar 103%. Rasio pengajuan per kelompok bervariasi tetapi tampaknya sedang terus meningkat.

Hasil proyeksi terhadap data dasar yang dihimpun di awal (baseline) memberikan prediksi bahwa defisit akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya pendaftaran untuk menjadi peserta JKN. Akan tetapi, model ini menunjukkan bahwa laju kenaikan defisit dapat ditahan dan JKN dapat diletakkan pada jalur yang memungkinkannya keberlanjutan. Pada tahun 2020, defisit JKN dapat menjadi stabil pada kisaran Rp 9 triliun per tahun, dengan rasio pengajuan rata-rata sebesar 104%. 

Meningkatnya iuran per kapita dan keharusan untuk berbagi biaya (karena adanya layanan-layanan tertentu yang tidak sepenuhnya bebas biaya) sedang menjadi pertimbangan pada tahun 2018 serta peningkatan efisiensi dapat memperbaiki posisi keuangan JKN sehingga JKN akhirnya dapat menjadi berkelanjutan, meskipun dampaknya terhadap pemanfaatan dan proteksi finansial masih memerlukan analisis lebih lanjut.

Pemerintah bakal kembali memberikan dana talangan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp 5,6 triliun. Sebelumnya, pada September 2018 pemerintah telah mengucurkan dana bantuan Rp 4,9 triliun. Sehingga total dana talangan untuk BPJS Kesehatan tahun ini akan mencapai Rp 10,5 triliun. Angka ini mendekati prognosis defisit versi BPKP sebesar Rp 10,58 triliun. Secara akumulasi, sejak 2014-akhir 2018, dana talangan pemerintah ke BPJS Kesehatan akan mencapai Rp 26,4 triliun.


Defisit BPJS Kesehatan disebabkan oleh besarnya defisit untuk layanan peserta BPJS kategori informal yang mencapai Rp13,3 triliun. Defisit tersebut akibat dari iuran yang dibayarkan hanya mencapai Rp 8,5 triliun sementara beban yang ditanggung BPJS sebesar Rp 20,3 triliun. Penyumbang defisit lainnya adalah peserta kategori bukan pekerja, yakni mencapai Rp 4,35 triliun dan peserta yang dibayar Pemda Rp 1,44 triliun. Sementara peserta kategori Penerima Bantun Iuran (PBI) dan lainnya mencatat surplus.

BPJS Kesehatan memprediksi defisit sampai akhir 2018 mencapai Rp 16,58 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas akumulasi defisit BPJS Kesehatan tahun sebelumnya Rp 4,4 triliun ditambah proyeksi defisit tahun ini Rp 12,1 triliun.

Pendapatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari iuran peserta mencapai Rp 60,58 miliar periode Januari-September 2018. Sementara beban jaminan kesehatan peserta sebesar Rp 68,53 triliun. Alhasil, dana jaminan sosial kesehatan sepanjang tahun ini mengalami defisit Rp 7,95 triliun. Jumlah tersebut belum termasuk dana operasional.Berdasarkan segmen kepesertaan, peserta pekerja informal menjadi penyumbang defisit terbesar, yakni Rp 13,83 triliun. Jumlah tersebut didapat dari iuran yang dibayar peserta hanya Rp 6,51 triliun sementara beban untuk jaminan kesehatan mencapai Rp 20,34 triliun. Penyumbang defisit terbesar kedua adalah segmen bukan pekerja, yaitu mencapai Rp 4,39 triliun kemudian diikuti peserta yang didaftarkan oleh pemerintah daerah sebesar Rp 1,45 triliun.

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2014 tak luput dari berbagai persoalan. Selain masalah defisit Dana Jaminan Sosial (DJS), program yang jumlah pesertanya lebih dari 205 juta orang itu juga menghadapi persoalan lain terkait potensi kecurangan (fraud). Pemerintah telah menerbitkan regulasi guna mencegah fraud antara lain Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Selaras itu KPK, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan telah membentuk Tim Bersama Penanganan Kecurangan dalam Program JKN. Direktorat Litbang Pencegahan KPK, Syahdu Winda, mengatakan KPK sudah gencar menyuarakan pencegahan fraud dalam program JKN sejak 2015. Setelah terbit Permenkes No. 36 Tahun 2015 dan pembentukan tim penanganan fraud, saat ini pemangku kepentingan menyusun pedoman penanganan fraud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun