Banyak alasan seseorang melakukan kegiatan bersepeda, di antaranya untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, sekedar hobi dan bersenang-senang.
Mencari tantangan untuk memacu andrenalin yang bisa meningkatkan detak jantung sehingga jantung sehingga bisa meningkatkan kewaspadaan. (Sumber: https://www.alodokter.com)
Bagi pesepeda yang tinggal di kota kecil atau kota besar namun di wilayah pegunungan bukanlah hal yang sulit untuk menemukan tempat bersepeda berbukit-bukit atau tempat yang penuh tantangan.Â
Seperti wilayah kota Malang dan sekitarnya tempat tinggal penulis, terutama di bagian timur, selatan hingga barat. Mungkin juga wilayah Bandung dan Bogor juga demikian, seperti yang bisa disimak di akun-akun IG para goweser. Â Apalagi juga dekat velodrom.
Sehingga bila ingin tantangan kadang harus melakukan manuver-manuver dengan meliak-liuk di jalan raya yang  sangat membahayakan dirinya sendri dan orang lain.Â
Paling tidak mengganggu ketertiban. Bagi yang sadar akan hal ini biasanya akan pergi ke pedesaan atau perbukitan dengan cara mengangkut sepedanya dengan mobil lalu bergowesria di sana. Tentunya ini membutuhkan beaya yang lumayan.
Cara lain yang banyak dilakukan oleh para pesepeda adalah bergowesria ke komplek perumahan besar dan luas dengan jalan yang lebar.Â
Hanya saja, ada beberapa komplek perumahan menengah dan besar yang bersifat eksklusif dan tertutup bagi orang lain apalagi dengan sistem satu pintu.Â
Pengalaman saya yang kadang juga bosan sedikit memacu andrenalin, suatu bersepeda ke sebuah komplek perumahan kelas atas.Â
Ketika saat sedang istirahat di bawah pohon pinggir taman lalu didatangi seseorang dan meminta segera pergi. Tentu saja saya menolaknya apa pun alasannya sebab menurut saya, ini bukanlah wilayah dalam keamanan terbatas yang perlu diawasi secara ketat. Jadi tak bisa eksklusif!
Sedang asyik melihat mereka, seseorang dari lapangan golf mendekati kami dan meminta keluar dan pergi. Tentu saja saya tolak, sebab merasa tidak masuk lapangan golf dan berada di ladang penduduk serta tidak menggangu mereka.Â
Seminggu kemudian, kami kembali lagi gowes ke sana. Sungguh di luar dugaan, kebun diberi palang bambu. Berkeyakinan tidak melakukan hal yang merugikan, kami pun masuk mengikuti seorang pencari rumput untuk pakan ternak.Â
Dari jauh kami merasa diperhatikan seseorang. Mungkin petugas keamanan tanpa seragam. Boleh jadi pengalaman penulis juga dialami para pesepeda di kota besar lainnya, sehingga mereka terpaksa bersepeda dan mencari tantangan di jalan raya.Â
Makin maraknya pesepeda rupanya terbaca dengan baik oleh pemerintah dengan menyediakan jalur sepeda, hanya saja masih belum dipatuhi sepenuhnya oleh sebagian pengguna jalan.Â
Maka alangkah baiknya, jika pemerintah daerah juga memperluas wilayah bebas kendaraan bermotor pada hari libur terutama pada hari Minggu untuk memberi kesempatan bagi para goweser untuk melakukan kegiatannya. Di sisi lain perlu juga rambu-rambu bagi goweser untuk saling menjaga keamanan dan kenyamanan bersama.Â
Jangan ndableg seperti kami. Pernah masuk jalan TOL yang masih 90% jadi lewat sebelah kebun, begitu asyiknya gowes tiba-tiba dikejutkan suara klakson bis yang lewat.Â
Ternyata jalan TOL sedang diuji coba. Padahal sebelumnya puluhan kali banyak goweser bersepeda dan manuver di sana. Maka dari itu, carilah tantangan di pinggir hutan dan perbukitan. Bersepeda untuk mencari tantangan bukan celaka.Â