Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Foto] Hari Ini, 10 Tahun yang Lalu di Gunung Bromo

16 Januari 2021   11:34 Diperbarui: 16 Januari 2021   11:42 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah susah payah mencari kendaraan yang mau disewa, akhirnya kami mendapat pinjaman mobil SUV Digdaya Esemka1 dari SMK Negeri 1 Singosari Malang untuk mengantar 10 dos masker yang berisi kurang lebih 35.000 buah masker. Masker-masker ini merupakan bagian dari gerak sosial Studio Biru Jogjakarta yang memberi bantuan pada pengungsi letusan Gunung Merapi pada Oktober 2010. Jam delapan pagi kami berangkat menuju Desa Ngadas di lereng Bromo.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Hal yang mengejutkan cuaca Malang saat itu cukup mendung, padahal biasanya pertengahan Januari selalu hujan sehari-hari. Sedikit sinar mentari yang mengintip di balik mendung membuat kami merasa senang untuk berkumpul bersama keluarga di desa.  Tapi dugaaan cuaca akan cerah ternyata buyar sebab mendung semakin tebal. Dan di gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tak jauh dari Desa Gubuk Klakah gerimis lebat bercampur debu letusan Gunung Bromo menyembur ke arah kami yang berada 12 km arah tenggara Gunung Bromo. Padahal biasanya arah angin selalu ke timur laut atau wilayah Desa Ngadisari, Probolinggo. Gelapnya suasana akibat letusan membuat jarak pandang hanya sekitar 2-4 m saja.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Semburan debu letusan Gunung Bromo bercampur air hujan membuat jalanan beton menjadi licin sehingga kami hanya berani berjalan antara 10-15 km per jam. Apalagi lebar jalan saat itu hanya 3 m saja. Perjalanan yang biasa kami tempuh hanya sekitar 30 menit kini baru sampai di Ngadas sekitar jam 10.30 Setelah istirahat sejenak sambil menikmati makan siang di rumah di Ngadas, pada jam 11.00 kami melanjutkan perjalanan ke Ngadisari untuk menyampaikan bantuan masker tersebut. 

Tiga puluh menit perjalanan, sampailah kami di Jemplang bibir kaldera Bromo sebelah tenggara. Baru 200 m menuruni jalan dengan kemiringan 40 derajat, sebuah pohon pinus diameter 30 cm roboh menghadang kami. Menyingkirkan tanpa memotong batang dan ranting adalah hal yang mustahil apalagi tidak membawa golok. Syukurlah, serombongan pencari kayu bakar datang dan menolong kami untuk menyingkirkan pohon pinus tersebut. Salah pencari kayu bakar tersebut, yakni Mas Buasan ada pada kiri foto dengan memakai jas hujan warna pink, kini menjadi legen atau pembantu dukun adat di desa Ngadas.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Berhasil menyingkirkan batang pinus, perjalanan kami lanjutkan di daerah padang rumput sejauh tak kurang dari 4 km. Namun cobaan datang lagi, mobil SUV Digdaya Esemka 1 yang menggunakan ban jalanan aspal tak mampu melewati jalan setapak yang kini menjadi bubur lumpur. Sehingga roda hanya berputar-putar saja. Satu pria dan empat wanita tentu saja tak mampu mendorong mobil keluar dari jebakan lumpur. Tak adanya sinyal hape dan hate pun membuat kesulitan untuk meminta bantuan dari Ranu Pani-Lumajang, Ngadas-Malang, atau pun Ngadisari-Probolinggo. Hanya doa mohon mujizat dari Sang Maha Kuasa untuk menolong kami. Doa didengar dan dikabulkan Allah Yang Maha Kasih. 

Setelah berjuang mendorong mobil berkali-kali selama lebih dari 30 menit akhirnya datang sebuah jip Trooper yang menarik mobil kami dari kubangan lumpur. Usaha susah payah selama 15 menit dan berhasil. Belum sempat kami mengucap terima kasih pada pemilik mobil tersebut, mereka sudah pergi. Dan.....kami baru ketemu lagi mobil tersebut pada Oktober 2020 di sebuah bengkel namun tetap tak kami ketahui pemiliknya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Belum jauh atau hanya sekitar dua kilometer memasuki lautan pasir setelah keluar dari padang rumput, mobil kembali terjebak hamparan bubur lumpur halus dari letusan Gunung Bromo. Tak bisa kami berbuat banyak selain kembali berharap sebuah mujizat dan pertolongan. Di antara kegelisahan saya dan istri yang kuatir keselamatan 3 putri kami yang hanya berjarak tak lebih dari 500 m kawah Gunung Bromo yang menderu-deru terus menerus dan kadang menggelegar seolah-olah akan memuntahkan lahar dengan hebat, kami terus berdoa dalam hati dan berpikir apa yang harus kami lakukan. 

Luar biasa, saat gemuruh Bromo terdiam, yang sebenarnya membuat kami kebat-kebit apakah ini pertanda akan terjadi letusan hebat ternyata ada sinyal hape dan kami langsung menghubungi Pak Supomo, Kepala Desa Ngadisari-Probolinggo. Beliau pun langsung mengutus 6 orang anggota Linmas untuk menolong kami. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sekitar 15 menit berjuang mengeluarkan mobil dari bubur pasir kami memutuskan masker akan diangkut dengan sepeda motor menuju Ngadisari. Saya dan Si Sulung tentu saja harus menyerahkan masker kepada Pak Supomo dan harus meninggalkan istri, Si Tengah, dan Si Bungsu berada di tengah-tengah lautan pasir yang setiap saat bisa saja menelan mereka bertiga jika terjadi letusan hebat atau hujan deras yang akan menyedot ke perut bumi.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sesampainya di wilayah Ngadisari, sebelum bertemu Pak Lurah, saya mengabadikan keadaan wilayah tersebut yang merupakan wilayah paling parah akibat letusan Gunung Bromo 2010 sebab hanya berjarak lebih kurang 4 km saja dari kawah. 

Jam 2 siang, setelah menyerahkan masker kepada Pak Lurah Ngadisari, kami segera kembali ke tengah kaldera menjemput istri dan dua putri kami. Betapa leganya hati saya, ternyata mereka  tetap gembira bermain di kaldera walau suasana sebenarnya cukup mencekam. Kekuatiran akan terjadi letusan saat ditinggal ternyata tidak terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun