Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sisi Gelap Self Improvement dari Obsesi, Ilusi, hingga Adiksi

7 Agustus 2020   11:41 Diperbarui: 9 Agustus 2020   20:36 2965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi terjebak self improvement. Sumber : freepik.com

Self improvement adalah tema yang menarik bagi semua orang. Bagaimana tidak? Banyak orang yang ingin hidupnya lebih baik.

Mendapatkan pencerahan, pemikiran baru, motivasi untuk menjalani kehidupan-kehidupan yang lebih baik. Apalagi mereka yang sedang  mengalami beratnya masalah kehidupan. Daripada mengubah hal-hal diluar kendali kita, lebih baik mengubah diri sendiri terlebih dahulu.

Karena akar dari semua masalah yang dialami biasanya berawal dari diri sendiri, untuk itu self improvement datang sebagai pemecahan masalah individu sekaligus untuk mengembangkan kapasitas diri.

Namun perlu diketahui, meski memiliki dampak positif dan sudah mengubah kehidupan banyak orang, self improvement memiliki sisi gelap untuk sebagian orang dan hal tersebut tidak mereka sadari.

"Obsesi" untuk Menjadi Lebih Baik

Setiap orang memiliki masalah dalam hidupnya. Mereka semua mencari bagaimana cara memperbaiki hidup mereka yang hancur dan kacau. Contoh saja, seorang pemalas yang akhirnya memiliki kesadaran bahwa hidupnya sudah berantakan dan tidak tertolong lagi.

Apalagi di masa media sosial seperti sekarang ini, ia juga sering membandingkan diri dengan orang lain. Belum mempunyai pekerjaan, belum menikah, belum mempunyai karir yang baik, tidak mempunyai teman dan kesepian. Ia menganggap dirinya sebagai produk gagal manusia.

Pemalas tersebut akhirnya mencoba untuk mengkonsumsi materi-materi self improvement. Mulai dari bagaimana hidup teratur, disiplin, semangat dalam mengatasi masalah-masalah hidup, mengubah stresor menjadi kekuatan untuk menjadi lebih baik dan melawan batasan diri (mental block) yang ia ada dalam dirinya.

Obsesi untuk menjadi lebih baik muncul dalam dirinya. Pemalas tersebut akhirnya mencoba semuanya hal tersebut, berharap hidupnya akan berubah menjadi lebih indah, sempurna dan bahagia secara cepat dan singkat.

Tetapi hal itu tidak berjalan baik, pada awalnya ia merasa semangat menjalani, namun pada akhirnya ia menyerah dan kembali menjadi dirinya yang pemalas.

Mulai dari menjadwal kegiatan, bangun lebih pagi, melakukan kebiasaan baru, meditasi, olahraga di pagi hari, dan lain sebagainya. Semuanya tidak berguna dan tidak berdampak apa-apa dalam hidupnya.

Masalah selalu bermunculan, dari prasangka dan persepsi negatif dirinya sendiri dan juga tekanan dari lingkungan. Obsesi sang pemalas dalam mengubah hidupnya lebih baik dalam waktu singkat jadi tidak berguna dan merasa motivasi itu hanyalah omong kosong belakang.

Dari sini kita bisa melihat, bahwa si pemalas memiliki obsesi mengubah hidupnya lebih baik dalam waktu singkat. Obsesi tersebut dilandasi dengan alasan yang sangat dangkal. Hidup manusia tidak bisa berubah dalam waktu singkat. Apalagi ia juga mencoba semua hal tanpa didasari motif yang kuat dalam praktiknya.

Permasalahan karir dan pertemanan tidak bisa hanya diselesaikan dengan meditasi semata kan? Menjadwal kegiatan seperti membersihkan kamar tidur, membaca buku, dan semacamnya tidak relevan sama sekali untuk mendapatkan skill yang dibutuhkan dalam lowongan pekerjaan tertentu bukan?

Berbagai cara dalam materi self improvement tidak bisa semuanya kita praktikan dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang memang sesuai dengan kita, ada yang memang butuh latihan secara perlahan, ada yang memang tidak sesuai sama sekali alias bullshit.

Individu berhak memilih kebiasaan dan juga berpikir kritis atas materi yang dikonsumsinya. Serta tidak lupa harus mempunyai alasan yang jelas, spesifik dan juga kuat dalam melakukan kebiasaan baru dan menyesuaikannya dengan realita dan masalah yang dihadapi. Bukan semata-mata mengubah hidup menjadi lebih baik. Hidup itu penuh masalah dan kesedihan, dan tidak bisa berubah dalam waktu semalam.  

"Ilusi", Perasaan Bahwa Telah Melakukan dan Mencapai Sesuatu

Pernah tidak, ketika selesai membaca buku self improvement atau menonton motivasi, tiba-tiba saja Anda merasa ada yang berubah menjadi lebih baik pada hari itu? Anda merasa kagum dan mendapatkan pencerahan ketika mempelajari sesuatu yang baru. Anda merasa telah mencapai sesuatu yang luar biasa dan menyelesaikan hari-hari dengan produktif. Serasa diri ini memiliki progress, kemajuan dalam hidup.

Padahal Anda tidak melakukan apa-apa. Hanya berdiam diri membaca buku dan menonton video saja. Mengkonsumsi materi self improvement secara terus menerus ternyata bisa membuat ilusi bahwa seseorang telah melakukan dan mencapai sesuatu yang besar.

Hal ini terjadi karena dopamine seeking behavior, dimana individu yang sudah menyukai self improvement ketagihan, ketergantungan, kecanduan lalu mendapatkan reward berupa informasi ataupun kalimat-kalimat yang membuka pikirannya. Dan hal itu menciptakan ilusi bahwa ia telah menyelesaikan sesuatu yang besar dan serasa dirinya melakukan progres. Tetapi hal itu hanyalah sebuah ilusi.

Ambil contoh misalnya, Anda terjebak dalam masalah bisnis dan ingin mengawali bisnis, lalu membaca buku motivasi dan kiat-kiat sukses dalam bisnis. Saat selesai membaca buku tersebut Anda mendapatkan reward berupa informasi yang membuat pikiran tercerahkan dan otak membuat ilusi bahwa Anda telah berhasil membuat progres dalam bisnis Anda.

Perasaan bahwa Anda telah berhasil melakukan sesuatu yang besar dalam bisnis, bisa Anda dapatkan hanya dengan  membaca buku bisnis  menarik dan menambah wawasan yang baru. Tanpa perlu memeras keringat untuk berjualan dan mempromosikannya.

Mereka yang kecanduan dengan buku motivasi, self improvement, dan non fiksi yang lain terjebak dalam theory excessive reading, sampai-sampai mereka lupa, bahwa ada satu hal yang belum mereka lakukan. Menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya dengan baik dan benar, serta menghargai proses.

"Adiksi" Terhadap Semua Hal yang Berkaitan dengan Self Improvement

Peran dopamine seeking behavior, membuat para pecinta self improvement ataupun konten-konten motivasi yang lain, senang dan bahagia mendapatkan pemikiran-pemikiran baru dari penulis maupun motivator yang lain. Sehingga ketika ada karya, seperti konten media sosial maupun buku, mereka tidak mau ketinggalan. Mereka akan mengkonsumsi, entah mereka harus membelinya lalu membaca ataupun menonton konten-kontennya.

Mereka akan membaca buku, setelah selesai membacanya mereka akan membeli atau meminjam yang lain. Lalu membaca buku yang lain. Menonton video motivasi, merasa semangat dan inspirasi, lalu menonton yang lain. Mendapatkan pemikiran baru, lalu menonton yang lain.

Bisa juga mereka akan menghadiri seminar atau webinar, lalu merasa seperti membuat progres dalam hidupnya, mendapatkan motivasi dan juga kesenangan. Dan seterusnya sehingga mereka ketergantungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan self improvement.

Hal itu dilakukan secara terus menerus karena meningkatkan dopamine mereka dan meredakan stress serta melupakan masalah yang terjadi di dalam kehidupannya. Apalagi jika meninjau kembali, bahwa self improvement pada umumnya bertujuan untuk memecahkan masalah yang ada dalam hidup .

Orang-orang yang memiliki masalah kehidupan atau masalah pribadi dalam dirinya sangat senang mendapatkan jalan keluar atau jawaban dari tekanan yang mereka alami sehari-hari. Karena pada hakikatnya, manusia dikontrol perasaan untuk mengejar hal yang menyenangkan dan menimbulkan kepuasan.

Rasa senang mendapatkan motivasi dan pemikiran baru, serta kepuasan saat mendapatkan jawaban dari permasalahan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Konten-konten self improvement memberikan hal-hal tersebut, dan wajar saja jika ada sebagian orang yang memiliki adiksi terhadap apa saja yang berkaitan dengan self improvement.

Tetapi ada yang menjadi masalah, menurut M.J. De Marco dalam bukunya yang berjudul "Unscripted" seseorang bisa  melakukan "action faking" dimana seseorang berpikir kalau ia melakukan sesuatu progres tetapi sebenarnya tidak sama sekali. Sederhananya ia lari dari realita kehidupan atau masalah yang sebenarnya dengan menggunakan atau melakukan hal yang lain. Seperti suatu bentuk prokastinasi diri. 

Dalam hal ini, para pecandu self improvement bisa saja mereka mengkonsumsi konten-konten self help atau motivasi untuk mendapatkan "pikiran" dan "perasaan" tersebut yang sebenarnya hanya untuk meredakan stress kehidupan juga sebagai pelarian dari kenyataan.

Dan jika direnungkan dengan baik, hidup mereka tidak ada yang berubah. Mereka juga tidak mau mengubahnya.  Mereka hanya lari dari permasalahan mereka yang sebenarnya. Mungkin konten self improvement digunakan sebagai perlindungan diri dari kenyataan hidup mereka yang menyedihkan.

***

Dari beberapa hal yang saya tulis tersebut. saya merasa setiap hal pasti memiliki sisi gelap, hal negatif dan semacamnya. Seperti politik, bisnis, kesehatan, sejarah, dan tak terkecuali konten-konten self improvement.

Manusia menjadi keras kepada diri sendiri, terobsesi untuk mengubah hidupnya untuk menjadi bahagia. Lalu tertipu oleh ilusi dari perasaan dan pikiran mereka sendiri, serta menjadi ketergantungan pada hal tersebut ketika mencari kesenangan dan kepuasan "sementara" daripada menghadapinya permasalahan hidupnya dengan tegar.

Mungkin saja di balik layar, konten-konten ataupun karya self improvement dibuat memang berdasarkan niat untuk menolong banyak orang, memberikan perspektif dan wawasan baru.

Tetapi bisa saja, ada "oknum" yang mencari kesempatan dari masalah yang banyak dirasakan oleh masyarakat ini. Meraup keuntungan dengan "menjual" karya-karya bertemakan pengembangan diri, motivasi, dan kehidupan agar mereka semua menjadi ketergantungan dan secara tidak sadar mengkonsumsi itu secara terus menerus.

Sampai lupa, mereka terlalu "overdosis" dan tidak mempraktikannya, sama sekali.

Mengutip Viktor E. Frankl, pada kata pengantarnya dalam buku "Man's Search for Meaning" yang menjadi bestseller Intenasional. Salah satu karya psikologi terbaik yang ada . Ia mengatakan

"...Saya sama sekali tidak merasa status bestseller buku saya sebagai sebuah pencapaian dan prestasi saya pribadi, tetapi lebih sebagai sebuah ekspresi dari penderitaan zaman ini."

Kritik dan Saran Terbuka untuk Tulisan Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun