Aku sejenak menatap keindahan kerundungnya dan wajahnya, sebab bagian terindahnya setelah pernyataan tersebut, Kinanti memamerkan senyum yang khas dan memperlihatkan lesung pipinya yang menetap di pipinya yang kemerah-merahan.
"Aku akan berpendapat, mungkin jawabanku akan bisa benar atau bisa salah juga"
Kinanti langsung menyambar dengan perkataan " Yang pasti seperti biasa detail, jangan muter-muter, atau monoton, atau dengan ekspresi emosi"
"Boleh, lagian jawaban ku sederhana. Ken Arok sudah memberikan effort lebih kepada Ken Dedes, apalagi Ken Dedes juga ingin lepas dari cengkraman Tunggul Ametung,"
"Apakah itu bisa disebut sebagai alasan untuk merebut kekuasaan di Tumapel" tutur Kinanti.
"Mungkin bisa, jika tidak ada hasraat yang menggebu-gebu ada kemungkinan tidak ada peralihan kekuasaan atau Ken Arok tidak akan mendeklarasikan dirinya sebagai raja, akan tetapi diluar persoalan cinta Ken Arok, yang penting diingat kita, Ken Arok mengklaim sebagai utusan Dewa"
 "Waduh, pendapat mu menarik sekali" tutur Kinanti yang kemudian diikuti senyum menyeringgai.
Daftar menu makanan yang sudah dipesan siap disajikan, pramusaji warkop masuk ditengah obrolan mereka berdua sambil menyodorkan hidangan yang siap disajikan. Disusul juga seniman jalanan masuk menyanyikan lagu Bob Marley yang berjudul Redemption Song, waktu pun menjadi lengkap kita lampu-lampu dengan pencahayaan kuning yang sangat terdistorsi. Diantara jeda waktu kami mengobrol Kinanti menyerahakan daftar list lagu untuk dinyanyikan selanjutnya serta tak lupa lembaran rezeki. Aku dan Kinanti larut dengan nyanyian yang dimainkan oleh seniman jalanan.
Kinanti kembali bergumam "omongan mu ada benernya juga, yang pasti Ken Arok mempunyai visi dalam hidupnya" disusul roti bakar rasa cokalat ke mulutnya.
"Kisah Ken Arok menjadi catatan masa lampau untuk melihat embrio kecil yang bisa kita ambil dari pendidikan politik"
"Aku sepakat hal itu, tapi aku merasa kita harus mencari ragam puzzle kisah Ken Arok yang belum dibedah dengan kacamata lain"