Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Bangsa Arab Tak Satu Hati pada Palestina

24 Agustus 2020   09:36 Diperbarui: 24 Agustus 2020   09:45 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokratisasi yang identik dengan meraih kekuasaan pemerintahan membuat elit-elit politik bangsa Arab lebih sibuk memikirkan partai politik dan Pemilu. Sehingga mereka lebih disibukan dengan menggalang dukungan, kampanye, dan mengumbar janji. 

Akhirnya mereka lebih sibuk urusan dalam negeri. Akibatnya masalah Palestina menjadi sesuatu hal yang kurang diseriusi bahkan memperjuangkan Palestina dinomerduakan ketika elit-elit bangsa Arab bertarung keras dalam merebut kekuasaan dalam Pemilu di negeri masing-masing. Slogan memperjuangkan Palestina hanya menjadi janji kampanye para elit politik para pemimpin bangsa Arab.  

Ketiga, terjadinya rivalitas di antara bangsa Arab sendiri. Rivalitas di antara bangsa Arab, muncul kali pertama ketika Presiden Iraq, Sadam Husein menginvasi Kuwait pada tahun 1990. 

Invasi yang demikian membuat dendam di antara mereka. Amerika Serikat yang membebaskan Kuwait tidak sendiri. Selain disokong oleh sekutunya, NATO, juga didukung oleh bangsa Arab sendiri, seperti Arab Saudi.

Perseteruan internal bangsa Arab, tidak hanya terjadi pada masa itu. Sampai saat di antara mereka juga kerap mengalami perselisihan. Perselisihan bisa terjadi karena dilandasi kepentingan ekonomi, politik, dan berebut pengaruh di kawasan Timur Tengah. Seperti pernah Qatar diboikot oleh Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Mesir. Masalahnya karena Qatar berhubungan dengan Iran dan Turki.

Ketika bangsa Arab disibukan dengan masalah rivalitas di antara mereka, pastinya fokus untuk memikirkan Palestina semakin berkurang.


Keempat, perselisihan di kawasan Timur Tengah dari waktu ke waktu semakin melebar. Tidak hanya antara bangsa Arab dengan Israel namun juga antara bangsa Arab dengan Iran bahkan di antara mazhab di kalangan bangsa Arab. Iran saat ini dianggap bukan sahabat oleh bangsa Arab selain identitasnya di luar mereka juga karena mayoritas negeri itu penganut syiah. 

Kata kunci syiah inilah yang selama ini mempersulitkan hubungan antara bangsa Arab dengan Iran. Meski Iran dan bangsa Arab menolak berdirinya negara Israel di tanah Palestina namun mereka tidak pernah bersatu bahkan lebih sering berkonflik dan saling ancam dengan secara diam-diam melibatkan Amerika Serikat dan Israel. Hal demikian pastinya menguntungkan Amerika Serikat dan Israel.

Tidak hanya perbedaan antara Sunni dan Syiah yang menyebabkan kawasan Timur Tengah penuh ketegangan. Perbedaan mazhab dalam beragama pun juga bisa menjadi pemicu peperangan dan perpecahan di kalangan bangsa Arab sendiri, seperti yang terjadi di Suriah.

Ketika semakin banyak musuh dan perbedaan kepentingan, hal demikian membuat konsentrasi bangsa Arab semakin terpecah-pecah. Kemerdekaan Palestina yang awalnya menyatukan banga Arab menjadi tidak difokuskan atau nomer satukan. Sekarang mereka lebih memprioritaskan urusan dalam negeri dan kepentingan negara masing-masing.

Bila hal demikian yang terbangun maka masa depan Palestina akan semakin suram. Kelak bisa jadi bangsa Palestina akan berjuang sendiri bila bangsa Arab tidak satu hati lagi pada Palestina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun