1. Ekonomi politik yang destruktif di Papua tercermin dalam beberapa hal:
2. Kebijakan Pemabangunan yang Mengabaikan Aspirasi OAP: Banyak kebijakan yang tidak melibatkan atau mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Papua sendiri.
3. Dominasi aktor ekonomi dan politik dari luar papua: Pembangunan dan pengelolaan sumber daya banyak dikuasai oleh pihak luar, sehingga OAP kurang mendapat manfaat langsung.
4. Konflik yang berkelanjutan: Konflik yang terus terjadi membuat pembangunan tidak berjalan optimal, memperburuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat lokal.
Dampak sosial dan budaya
The indirect impact of a destructive political economy is the occurrence of cultural distortion. Local cultural values of OAP become difficult to understand and assess based on universal standards, thus complicating efforts to resolve conflicts and development on the island of Papua.
Hasil wawancara dengan mahasiswa:
Abidin mahasiswa (UM): Menilai ekonomi Papua belum maju karena banyak masyarakat masih dalam kondisi finansial lemah. Ia menilai pemerintah sudah berupaya menghentikan konflik lewat pengiriman militer, namun menyarankan agar pemerintah juga mendukung penciptaan lapangan kerja dan UMKM serta mencari solusi damai atas konflik.
Liya mahasiswa (UIN) Prodi Pendidikan Agama Islam: Berpendapat bahwa Papua belum maju karena keterbatasan infrastruktur, SDM, ketergantungan pada sektor ekstraktif, dan konflik. Ia menilai peran pemerintah masih perlu ditingkatkan dan menyarankan peningkatan infrastruktur, pendidikan, pengembangan ekonomi lokal, serta dialog dan partisipasi masyarakat.
Kesimpulan dan Solusi
Kesimpulan: Penyelesaian masalah Papua tidak cukup hanya dengan memperbaiki kebijakan pembangunan, tetapi juga harus menata ulang ekonomi politik agar tidak lagi bersifat destruktif. Upaya ini penting untuk mengurangi ketimpangan, meredam konflik, dan memastikan pembangunan yang inklusif bagi OAP.