Baru pada tahun 1963, Presiden Soekarno menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional. Meski demikian, warisan pemikirannya masih jarang diajarkan secara mendalam di sekolah-sekolah. Padahal, Madilog bisa menjadi dasar penting bagi pendidikan berpikir kritis generasi muda.
Menghidupkan Kembali Pemikiran "Gila"
Di era modern, ketika arus informasi begitu deras, pemikiran Tan Malaka justru semakin relevan. Hoaks, teori konspirasi, dan takhayul digital menyebar luas melalui media sosial. Tanpa kemampuan berpikir kritis, masyarakat mudah terjebak dalam manipulasi.
Beberapa penelitian di bidang pendidikan menunjukkan bahwa siswa yang dibiasakan berpikir kritis lebih mampu menghadapi tantangan global. Hal ini selaras dengan pesan Tan Malaka yang menekankan logika dan dialektika sebagai senjata intelektual.
Selain itu, gagasan Tan Malaka tentang keberanian melawan arus juga dapat menginspirasi generasi muda untuk tidak sekadar mengikuti tren, tetapi berani menawarkan solusi baru untuk bangsa.
Kesimpulan
Warisan pemikiran "gila" Tan Malaka adalah sebuah ajakan agar bangsa Indonesia tidak berhenti berpikir kritis. Ia menegaskan bahwa kebebasan sejati hanya bisa diraih dengan ilmu pengetahuan, logika, dan keberanian menolak mistisisme yang membelenggu. Meski sering disalahpahami, ide-idenya justru semakin relevan di tengah tantangan zaman modern.
Memahami Tan Malaka berarti memahami bahwa kemerdekaan bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga bebas dari belenggu cara berpikir yang sempit. Dengan menghidupkan kembali warisan "gila" ini, generasi muda Indonesia dapat melangkah lebih jauh, tidak hanya menjadi bangsa merdeka, tetapi juga bangsa yang maju secara intelektual dan spiritual.
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI