Adapun masalah berikutnya yaitu dualisme antara fiqh dan KHI mengenai persoalan nasab anak yang dilahirkan dari pernikahan wanita hamil karena zina. Fiqh memberi Batasan waktu kelahiran anak minimal enam bulan dari akad nikah orang tuannya maka anak dapat dinasabkan kepada lelaki yang menikahi ibunya. Apabila kurang dari batas minimal tersebut maka anak dinasabkan kepada ibunya. Sedangkan KHI tidak meberikan batas waktu. Prinsipnya adalah jika pernikahan seorang wanita yang hamil karena zina sudah dianggap sah maka anak yang dilahirkan itupun menjadi sah untuk dinasabkan kepada lelaki yang menikahi ibunya. Karena itulah, menurut KHI lelaki yang boleh menikahi wanita yang hamil karena zina tadi adalah lelaki yang menghamilinya, sehingga nasab anak dapat disambungkan dengan lelaki yang menanam benih di Rahim ibunya, walaupun hal itu terjadi di luar atau sebelum akad nikah. Disinilah letak perbedaan antara fiqh dan KHI yang sulit di satukan.Â
Persoalan talak yang diucapkan oleh suami di luar sidang pengadilan agama menimbulkan perbedaan pandangan antara fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Menurut fiqh, talak tetap dianggap sah meskipun tidak disampaikan di hadapan pengadilan. Sementara itu, KHI berpendapat bahwa talak yang diucapkan di luar sidang pengadilan tidak memiliki keabsahan hukum.
Perbedaan ini dapat menimbulkan dampak yang cukup serius. Jika seorang suami telah berkali-kali mengucapkan talak di luar pengadilan, lalu kasusnya diajukan ke pengadilan agama, maka pengadilan hanya akan mengakui talak tersebut satu kali atau menganggapnya sebagai talak raj'i. Hal ini terjadi karena pengadilan tidak mengakui talak yang diucapkan di luar sidang, sehingga dianggap seolah-olah talak tersebut tidak pernah terjadi. Konsekuensinya, pengadilan agama masih membolehkan pasangan suami istri untuk menjalani hubungan pernikahan, termasuk hubungan suami istri. Namun, menurut fiqh, hubungan tersebut sudah tidak diperbolehkan karena talak yang sebelumnya diucapkan tetap dianggap sah. Perbedaan pandangan ini dapat menimbulkan kebingungan dan berdampak pada ketidaksesuaian dalam penerapan hukum terkait talak dalam masyarakat.
Pada bab 4 Eksistensi Kompilasi Hukum Islam (KHI) di masyarakat masih kurang terasa dibandingkan dengan fiqh mazhab, salah satunya karena minimnya sosialisasi KHI kepada ulama dan kyai yang berperan di tengah masyarakat. Beberapa aturan dalam KHI juga dianggap bertentangan dengan fiqh mazhab yang telah lama menjadi pegangan utama, sehingga fiqh masih lebih dominan dalam penyelesaian kasus-kasus keagamaan. Namun, di lingkungan pengadilan agama, KHI telah menjadi rujukan utama dalam menangani perkara, meskipun fiqh mazhab tetap digunakan sebagai bahan perbandingan. Selain itu, hakim di pengadilan agama memiliki wewenang untuk melakukan ijtihad atau penemuan hukum baru jika baik fiqh maupun KHI tidak memberikan keputusan yang dirasa adil, sehingga keputusan yang baru dihasilkan tetap mengutamakan nilai kemaslahatan bagi masyarakat.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjadi acuan utama dalam pengadilan agama, sehingga tetap memegang peran strategis dalam penetapan hukum, khususnya di lingkungan peradilan agama. Namun, dalam penerapannya, terdapat perbedaan mendasar antara fiqh dan KHI dalam menangani suatu perkara yang sama. Jika dalam suatu kasus kita lebih meyakini kebenaran hukum fiqh yang terdapat dalam KHI dibandingkan dengan hukum yang ada dalam kitab-kitab fiqh mazhab, maka kesan adanya "dualisme" hukum menjadi hilang karena telah dipilih satu keputusan hukum yang dianggap lebih maslahat dan meyakinkan.
Untuk mengurangi perbedaan pandangan antara fiqh dan KHI, perlu dilakukan kajian ulang serta evaluasi terhadap beberapa pasal dalam KHI yang masih dianggap kontroversial. Proses ini harus melibatkan para ahli di bidang hukum Islam agar hasilnya lebih komprehensif. Sementara itu, beberapa aturan dalam fiqh mazhab tidak dapat dievaluasi kembali karena para imam mazhab telah tiada. Oleh karena itu, langkah yang dapat dilakukan adalah memberikan penjelasan yang lebih aplikatif mengenai aturan dalam fiqh mazhab tersebut, dengan menyesuaikannya dengan kondisi zaman saat ini.
Oleh Ardhila Riqqah Fadhilah Q (232121259) HKI 4B
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI