Mohon tunggu...
Ardi
Ardi Mohon Tunggu... Guru

Guru Swasta Mengabdi 13 Tahun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memperbaiki Literasi Numerasi di Lingkungan Pendidikan

11 Agustus 2025   21:33 Diperbarui: 11 Agustus 2025   21:33 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini jadwalku mengawas ujian. Hari ini anak-anak mengikuti ujian mata pelajaran Matematika selama 70 Menit. Keheningan itu pecah seketika saat seorang siswa yang duduk paling belakang, tepatnya hanya berjarak sekian senti bertanya, "Pak, kalau mau buat lima belas ribu, tulisannya bagaimana, Pak?" Jleb! Air mukaku langsung berubah.

Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, skor matematika siswa Indonesia masih tergolong rendah, berada di peringkat 72 dari 78 negara peserta (kompas.com, 07/12/2019). Ini menunjukkan bahwa masih banyak anak Indonesia yang kesulitan dalam memahami konsep dasar matematika, apalagi menerapkannya dalam konteks nyata. Lantas bagaimana kita memperbaikinya?

Numerasi Itu Penting di Era Modern

Sebelum melangkah jauh, kita perlu tahu apa itu numerasi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI versi daring, numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar.

Kemampuan numerasi sangat krusial dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Dalam dunia kerja, hampir semua profesi, mulai dari pedagang, teknisi, hingga manajer, membutuhkan pemahaman angka yang kuat. Di sisi lain, dalam kehidupan pribadi, numerasi membantu seseorang mengambil keputusan finansial yang cerdas, membaca tren, bahkan memahami risiko kesehatan.

Di tengah banjir informasi, banyak data dan grafik yang disajikan secara manipulatif. Kemampuan numerasi membuat seseorang lebih kritis dalam menilai kebenaran suatu informasi. Dengan keterampilan ini, masyarakat dapat memahami isu-isu publik seperti inflasi, defisit, anggaran negara, hingga membaca data bursa efek Indonesia. Singkatnya, numerasi adalah jembatan menuju kemajuan suatu bangsa.

Lantas apa saja langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam mewujudkan numerasi di lingkungan pendidikan?

Pertama, pendekatan lintas mata pelajaran. Numerasi tidak selalu berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Tapi numerasi juga bisa diintegrasikan pada pelajaran yang lain, seperti IPS, IPA, Bahasa Indonesia, dan yang lainnya.

Kedua, penguatan peran guru. Guru adalah penggerak dari sebuah perubahan dalam lingkungan sekolah. Jika didapati banyak guru yang belum 'melek' numerasi, maka sekolah perlu mengadakan beberapa pelatihan untuk guru, menyediakan modul pembelajaran yang berfokus pada numerasi, dan membuat pretest terhadap para siswa guna dapat merancang strategi pembelajaran yang bagaimana yang cocok diterapkan.

Ketiga, kolaborasi dengan masyarakat. Bekerjasama dengan masyarakat dapat membangun kedekatan antara sekolah dan masyarakat. Para orangtua siswa hendaknya dapat dilibatkan dalam program numerasi ini, agar gerakan numerasi ini terdukung juga dalam lingkungan keluarga para siswa.

Inovasi Pembelajaran Berbasis Numerasi

Salah satu kunci keberhasilan Gerakan Numerasi Sekolah adalah bagaimana sekolah, khususnya guru dapat menghadirkan pembelajaran numerasi yang menarik, kontekstual, dan relevan dengan kehidupan nyata. Untuk itu, dibutuhkan inovasi dalam cara mengajar dan menyusun kegiatan belajar yang tidak hanya terpaku pada buku teks atau rumus, tetapi mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir logis siswa.

Lalu bagaimana membuat pembelajaran berbasis numerasi?

Pertama, mengintegrasikan numerasi ke dalam semua mata pelajaran. Misalnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, guru dapat mengarahkan siswa agar mampu menganalisis data dalam infografis atau artikel berita. Atau pada mata pelajaran IPS misalnya, guru dapat membantu siswa dalam mempelajari grafik pertumbuhan ekonomi, membuat tabel data penduduk, atau menghitung perubahan nilai tukar uang. Pada mata pelajaran IPA misalnya, guru dapat mengajarkan siswa membaca grafik suhu, menghitung waktu reaksi, atau membandingkan volume zat.

Pada mata pelajaran Prakarya misalnya, guru membantu siswa untuk mengukur proporsi gambar atau membuat pola simetris. Atau mengajarkan siswa dalam menghitung biaya produksi karya kerajinan, atau membuat skala. Pada mata pelajaran PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan) misalnya, guru mengajarkan siswa menghitung denyut nadi, atau waktu lari, atau rata-rata waktu pertandingan. Bisa juga membuat grafik perkembangan kebugaran siswa.

Pendekatan lintas mata pelajaran ini dapat memperkuat pemahaman bahwa numerasi adalah alat berpikir, bukan hanya soal berhitung.

Kedua, mengaitkan numerasi dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Contohnya, siswa diminta menghitung biaya pembangunan taman sekolah dengan luas tertentu, berdasarkan harga bahan dan upah tukang. Atau menggunakan data cuaca harian untuk membuat grafik dan menganalisis tren. Atau membuat simulasi belanja di pasar untuk melatih kemampuan perhitungan uang dan pengambilan keputusan.

Dengan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), siswa tidak hanya belajar berhitung, tetapi juga mengasah logika dan kreativitas mereka.

Ketiga, memanfaatkan teknologi dan gim edukasi. Teknologi memberi peluang besar untuk menghadirkan pembelajaran numerasi yang interaktif dan menyenangkan. Misalnya aplikasi seperti Kahoot, Quizziz, atau Wordwall bisa digunakan untuk kuis numerasi yang menarik. Atau platform Belajar.id, Rumah Belajar, dan sumber lainnya yang menyediakan pembelajaran berbasis numerasi yang dapat diakses secara gratis.

Keempat, membuat proyek mini dan literasi data. Guru dapat mengajak siswa membuat proyek numerasi mini seperti; menyusun survei kecil di lingkungan sekolah (misalnya soal jajanan favorit atau durasi waktu belajar), lalu menyajikannya dalam bentuk grafik. Mengolah data sederhana dari lingkungan sekitar, seperti konsumsi air, jumlah kendaraan, atau sampah rumah tangga. Aktivitas seperti ini mendorong siswa berpikir kritis, membaca data, dan menyampaikan informasi kuantitatif secara visual dan lisan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun