Ketika rokok elektrik mulai bermunculan di Indonesia, banyak orang terutama perokok mulai beralih dari rokok tembakau ke rokok elektrik atau vape. Mereka beranggapan bahwa rokok elektrik dapat menghilangkan kebiasaan merokok yang sudah mengakar di berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Jumlah perokok terus meningkat dan sebagian besar didominasi oleh pelajar.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah berkomitmen untuk mengurangi epidemic tembakau, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan rokok elektrik atau biasa dikenal dengan vape sebagai pengganti dari rokok tembakau. Berkurangnya pengunaan rokok tembakau, justru mengakibatkan peningkatan jumlah perokok khususnya dikalangan remaja, banyak remaja yang awalnya hanya mencoba-coba ingin merasakan rokok elektrik menjadi kecanduan dan akhirnya menjadi perokok aktif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rokok elektrik dapat mengancam kesehatan karena belum ada uji klinis mengenai efek jangka panjang rokok elektrik. Saat rokok elektrik pertama kali muncul, rokok elektrik disebut sebagai salah satu bentuk terapi pengganti nikotin. Namun dalam perjalanannya, U. S. Food and Drug Administration (FDA) melarang penggunaan rokok elektik. FDA menyatakan bahwa cairan sintesis yang terkandung dalam rokok elektrik dapat menyebabkan iritasi pada paru-paru. Ketika rokok elektrik dihisap, cairan sintensis akan berubah menjadi gugus karbonil yang dapat menyebabkan kanker.
Di beberapa negara, kajian tentang perbandingan rokok elektrik dan rokok tembakau yang dibakar juga telah dilakukan. Di Jerman melalui German Federal Institute for Risk Assessment yang menyimpulkan bahwa rokok elektrik memiliki tingkat toksisitas 80% lebih rendah dari rokok tembakau. Namun, tidak sedikit kajian yang telah dilakukan oleh kampus dan lembaga internasional yang meyatakan bahwa produk rokok elektrik tetap memiliki bahaya dalam jangka waktu pemakaian yang lama.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia telah memperingatkan masyarakat bahwa rokok elektrik belum terbukti aman. Menurut BPOM kandungan rokok elektrik atau yang lebh dikenal dengan vape berbeda-beda, tetapi pada umumnya berisi larutan yang terdiri dari 4 jenis campuran, yaitu nikotin, propilen, glikol, air, dan flavoring (perisa). Nikotin termasuk kedalam zat adiktif yang dapat menyebabkan ketergantungan dan mempengaruhi sistem kerja otak. Beberapa senyawa berbahaya lainnya yang terkandung dalam rokok elektrik adalah Tobacco-spesific nitrosamine (TSNAs), Diethylene glycol (DEG), logam perak, nikel, dan kromium didalam uap rokok elektrik yang berukuran kecil (nano-partikel) sehingga dapat masuk ke dalam saluran napas di paru-paru, dan gugus karbonil yang bersifat karsinogen misalnya asetaldehida, formaldehida.
Penggunaan rokok elektrik yang dinilai tidak berbahaya merupakan kesalahan besar. Rokok elektrik berbahaya bagi kesehatan dan tidak bisa dijadikan sebagai alternatif pengganti rokok tembakau. Banyak perokok yang ingin berhenti merokok, tetapi malah menggunakan rokok elektrik sebagai gantinya. Hal tersebut disebabkan minimnya informasi dan minimnya kebiasaan membaca masyarakat. Akan semakin mengkhawatirkan, jika rokok elektrik diperjual belikan secara bebas tanpa melihat batasan umur dari pembelinya.