Lima tahun tanpa Nadran membawa dampak yang tak terlihat kasat mata:
Warga jarang bertemu dalam suasana penuh kegembiraan.
Anak-anak tidak lagi menyaksikan langsung proses pembuatan karya arak-arakan.
UMKM lokal kehilangan salah satu puncak perputaran ekonomi tahunan.
Ikatan emosional antar desa mulai renggang.
Padahal, Nadran selalu punya potensi sebagai jembatan perdamaian. Nilai gotong royong, religiusitas, dan penghormatan sejarah seharusnya bisa meredam konflik, bukan memicunya.
Saatnya Bangkit Kembali
Menghidupkan kembali Nadran setelah jeda panjang ini bukan hanya soal melanjutkan tradisi. Ini adalah langkah strategis untuk memulihkan kohesi sosial. Kita bisa memulainya dengan:
1. Arak-arakan Kolaboratif -- karya kreatif dibuat bersama oleh desa-desa yang dulu bersaing.
2. Pengamanan Preventif -- jalur pawai diatur, titik rawan gesekan diawasi bersama oleh aparat dan tokoh adat.
3. Edukasi Nilai Budaya -- sekolah dan balai desa mengadakan kelas sejarah Nadran.