Mohon tunggu...
Adeng Septi Irawan
Adeng Septi Irawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penulis adalah seorang pemerhati dunia junalistik, komunikasi, hukum, birokrasi, dan sastra. bisa dihubungi di email irawan_34@yahoo.com

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hakim Bukan Hanya Pemutus Perkara

3 Juni 2018   00:12 Diperbarui: 27 April 2020   13:11 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                             doc: joglosemarnews.com

Sosok hakim yang berintegritas dan memiliki idealisme tinggi sangatlah dibutuhkan dalam penegakkan hukum dan keadilan di Indonesia dewasa ini. 

Mereka merupakan garda terdepan Mahkamah Agung atau bisa disebut juga sekelompok pasukan pemberani menghadapi segala resiko dan ancaman demi menjalankan tugasnya sebagai penjaga marwah keadilan. Julukan wakil tuhan di bumi melekat pada profesi tersebut, dimana keberadaan mereka untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dalam menjalankan kehidupannya.

Setiap manusia dalam hidupnya tak luput dari berbagai macam permasalahan yang terus bermunculan. Sehingga disinilah peran seorang Hakim dalam menyelesakan masalah tersebut. Seperti diketahui, Hakim adalah sebuah profesi yang bertugas untuk memutuskan perkara di Pengadilan. Melalui palu yang diketok dalam sidang yang terbuka untuk umum, disitulah peran hakim yang sebenarnya. Mereka memiliki daya menjadi penentu nasib bagi para pihak yang berperkara.

Seorang hakim memiliki posisi sentral dalam menentukan nasib manusia. Namun, jangan sampai kekuasaan hakim tersebut hanya bersifat represif (paksaan) saja, dimana dalam hal ini menghukum para pihak yang salah dalam berperkara. 

Perilaku preventif (mencegah) bagi seorang hakim dalam menangani perkara, jauh lebih penting manfaatnya di kemudian hari. Seperti contoh selama proses persidangan berlangsung, baik perkara pidana maupun perdata hakim senantiasa memberikan nasihat yang baik (mauidzah hasanah) kepada para pihak yang tengah berperkara.

Bukan Sekedar Pemutus Perkara 

Bagi hakim memutuskan perkara dalam persidangan yang mewujudkan produk/hasil berupa putusan adalah hal yang biasa terjadi. Namun, di luar itu. Hakim dituntut untuk tidak hanya memutus perkara saja selama persidangan. Seorang hakim juga harus memberikan nasihat-nasihat positif kepada para pihak yang berperkara. Selama ini sebagian besar diketahui Hakim hanya bersifat menghukum para pihak, tanpa memperdulikan nilai-nilai kebaikan yang harus disampaikan saat persidangan, padahal hal itu sangatlah penting manfaatnya ke depan.

Hakim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya. 

Sedangkan menurut undang-undang Republik Indonesia nomer 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

Selama ini fakta yang terjadi sebagian besar Hakim berasumsi bahwa tugas seorang Hakim adalah memutus perkara saja. Hanya ada sebagian kecil Hakim yang menyadari tugas tambahan seorang Hakim yakni sebagai pembawa pesan kebaikan dan nasihat yang baik kepada pihak-pihak yang berpekara. Entah apa yang tertanam dalam pola pikir (mindset) notabene para hakim ini, sehingga menjustis bahwa hakim hanya berwenang ketok palu saja untuk memberikan putusan dalam persidangan.

Hakim Berdakwah Lewat Putusan

Siapa bilang yang bisa memberikan pesan moral atau nasihat dalam dakwah hanya para da'i atau ulama. Hakim pun juga bisa berdakwah, tentu dengan cara yang berbeda dalam hal menebar nilai-nilai kebaikan. Jika ulama menyebar kebaikan untuk seluruh umat, maka Hakim hanya bertugas menyampaikan risalah kebaikan kepada pihak yang berperkara saja. 

Disini posisi hakim berbeda dengan ulama yang bisa berdakwah melalui mimbar bebas di semua tempat. Sementara, Hakim hanya bisa berdakwah memberikan pesan moral saat dalam persidangan saja. Ada sebuah pengecualian khusus bagi Hakim karena tugas dan wewenangnya yang mengharuskan untuk hal tersebut sebagamana disebutkan dalam Undang Undang Kekuasaan Kehakiman.

Putusan menjadi hal yang sakral bagi seorang hakim, bagaimana tidak melalui produk tersebut dapat diketahui seberapa cakap dan adil seorang hakim dalam memutuskan perkara. Ibarat ulama hebat karena kemampuan ilmunya dan cara menyampaikan dakwahnya, sementara hakim hebat karena kecakapan ilmunya dan hasil putusan pengadilan yang dihasilkannya saat persidangan.

Setali tiga uang antara Hakim dan Ulama, sama-sama memiliki peran dalam memberikan prinsip-prinsip nilai kehidupan yang baik kepada sesama hanya saja cara dan tempat yang digunakan berbeda. Oleh karena itu, sebagai seorang hakim tentunya hal ini sangat penting agar ke depan setiap pihak yang berperkara di Pengadilan tidak mengulangi kesalahannya kembali. Sehingga tingkat kasus perkara yang masuk ke Pengadilan semakin kecil. Karena pihak yang berpekara merasa mendapatkan nasihat yang baik dari para hakim yang menyidangkan kasusnya.

Tentunya pesan kebaikan yang disampaikan terkadang ada yang membuahkan hasil. Namun, ada juga yang tak berarti apa-apa. Ada kalanya para pihak yang berpekara sadar, dan ada pula yang malah semakin menjadi, tak memperdulikan apa yang disampaikan oleh Hakim saat persidangan berlangsung. Namun, pemberian nasihat kebaikan oleh Hakim kepada para pihak yang berperkara tak boleh berhenti harus terus berjalan.

Beragam kasus terus bermunculan di pengadilan tingkat pertama, baik peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, hingga peradilan militer. Beragam pula pihak berperkara yang datang silih berganti. Mereka datang dengan latar belakang masalah masing-masing untuk mencari keadilan.

Dengan peran ganda yang dilakukan oleh hakim disini, harapannya mampu menjadi hal baru di lingkungan peradilan. Sehingga, kesan pengadilan akan lebih bersifat sosial, dimana masyarakat menjadi tidak tabu ketika harus berhadapan dengan pengadilan. Karena selama ini stigma yang muncul di masyarakat, pengadilan adalah tempat orang mendapatkan putusan hukuman. 

Padahal, itu salah Pengadilan tidak hanya memberikan sanksi putusan hukuman bagi pihak yang berperkara saja. Namun, pengadilan juga bisa berfungsi menjadi sarana pemberi advice (nasihat) bagi masyarakat yang berperkara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun