Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tren Rp 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat, Romantisme atau Kekerasan Finansial Terselubung?

5 Oktober 2025   00:59 Diperbarui: 5 Oktober 2025   01:00 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rp 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat (dokpri) 

Romantisme semacam ini kerap membuat istri merasa harus selalu kuat, padahal aslinya sudah kelewat lelah lahir batin menambal kebutuhan yang tidak pernah cukup.

Tentu tak ada salahnya menjadi istri yang hemat. Masalahnya penghematan yang banyak terjadi ini kerap lahir dari keterpaksaan. Suara istri seperti dibungkam karena tidak diberi akses dan keleluasaan untuk mengatur keuangan keluarga. Dan di sinilah, romantisme itu berubah jadi tekanan tak tertahankan.

Perempuan --para istri khususnya-- perlu punya kemampuan untuk bisa membedakan cinta yang menumbuhkan dengan cinta yang mengekang. Jangan sampai tersesat. Cinta sejati bukanlah omong kosong yang memuja kemampuan menahan lapar. Cinta adalah tentang berkembang bersama dalam kesetaraan.

Kekerasan Finansial Terselubung

Sering luput menjadi perhatian banyak perempuan, kekerasan tidak selalu berwujud pada fisik. Ada yang bentuknya begitu samar, kerap terjadi dan punya dampak sama beratnya terhadap diri perempuan, yakni kekerasan finansial. 

Kekerasan finansial biasanya terjadi ketika salah satu pihak (umumnya suami) mengontrol, membatasi, juga mengendalikan penuh finansial keluarga tanpa memberi ruang dialog untuk pasangannya.

Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan 2024 mengungkap, terjadi 507.259 kasus kekerasan terhadap perempuan Indonesia sepanjang tahun 2023. Dari angka tersebut, kekerasan dalam ranah rumah tangga menyumbang angka tertinggi. Bentuknya beragam, bisa kekerasan fisik, seksual, mental, juga finansial.

Meski yang disebut terakhir seringkali tidak terdata secara eksplisit, namun banyak laporan yang menyebut perempuan kerap tidak punya akses ke pendapatan keluarga atau dilarang bekerja.

Berbeda dengan kekerasan fisik yang bisa tampak "heboh", kekerasan finansial bisa hadir dalam wujud paling sederhana bahkan dianggap biasa saja. Misalnya suami yang memberi nafkah pas-pasan, tapi menuntut meja makan harus selalu penuh. Atau melarang istri mengakses rekening bersama. Versi lebih parah, ada suami yang marah dan melarang istrinya bekerja, namun dia sendiri tidak menafkahi dengan layak.

Ini hal sepele yang sering terjadi di sekitar kita, namun berdampak sangat besar bagi perempuan. Perlahan namun pasti, istri jadi merasa kehilangan otonomi, kepercayaan diri, juga kesempatan untuk menentukan arah hidup sendiri.

Saat "uang di tangan istri" dianggap simbol tanggung jawab namun tanpa kekuasaan, maka di situlah cinta dan romantisme berubah menjadi kontrol. Dan itulah wujud sebenarnya kekerasan terselubung yang sangat kerap terjadi, namun jarang disadari, bahkan oleh mereka yang mengalaminya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun