Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sehat Mental bersama BPJS Kesehatan

22 Desember 2018   21:39 Diperbarui: 22 Desember 2018   22:08 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sehat Mental bersama BPJS Kesehatan * dok pribadi

Saat melihat kertas rujukan, tertulis diagnosa Major Depression Disorder (MDD) atau Gangguan Depresi Mayor. Huffh, makanan macam apa ini MDD? Yang jelas tidak mungkin seenak burger M*D.

Surat rujukan pertama * Dokumentasi pribadi
Surat rujukan pertama * Dokumentasi pribadi
Baru keesokan harinya saya ke rumah sakit. Saat mendaftar, saya diminta menyerahkan surat rujukan asli, fotocopy KTP, fotocopy kartu BPJS serta menunjukkan aslinya (lagi-lagi prosedur standar).

Saya diarahkan menemui seorang dokter spesialis kejiwaan di layanan psikiatri. Sampai di sini saya kembali melakukan sejumlah tes dan pemeriksaan. Dan lebih bervariasi, termasuk ada pemeriksaan kadar hormon dan gula darah segala.

Hasilnya? Membenarkan diagnosa awal berupa MDD tapi kemudian ditambah dengan Anxiety. Ya, saya kena gangguan kecemasan juga ternyata. Meski begitu, tampaknya psikiater saya belum puas. Seperti masih ada sesuatu yang mengganggunya dan saya disuruh kembali lagi selang beberapa hari (atau minggu ya? Maaf lupa) kemudian. Beliau juga menitipkan lembar quesioner yang harus diisi oleh orang tua. Sejumlah pertanyaan terkait perilaku saya di masa kecil tertulis di sana.

Kecurigaan psikiater saya terbukti setelah serangkaian tes lain di beberapa kali pertemuan berikutnya. Saya divonis ADHD atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Sebuah gangguan perkembangan otak yang membuat pengidapnya tidak/sulit fokus, impulsif, dan hiperaktif (Saya sudah menulis soal ADHD saya di link kompasiana ini).

Dan begitulah. Babak baru kehidupan saya bersama mental illness dimulai. Ternyata saya bukan "anak setan" seperti yang sering dituduhkan orang-orang sejak saya kecil. Saya hanya sakit dan punya kondisi otak berbeda, membuat saya kesulitan melakukan hal-hal yang sebenarnya sepele untuk orang lain (duduk diam, mengerem mulut atau menaruh barang kembali di tempatnya misalnya). 

Yah, harus saya akui, sulit sekali menerima  kenyataan pahit ini awalnya. Tapi saya memutuskan untuk tidak tinggal diam. Saya pilih melawannya. Meski sulit sekali menangani depresi dan gangguan kecemasan karena kadung punya ADHD bawaan orok, tapi saya tidak mau menyerah. Program terapi pun saya ikuti dengan sukarela dan senang hati.

Syukurlah, berkat KIS dari BPJS kesehatan yang saya miliki, saya bisa lebih fokus untuk pemulihan kesehatan mental tanpa harus khawatir terkait perkara finansial. Saya hanya perlu membayar tagihannya sebesar Rp 50-an ribu saja per bulannya (oh, saya keanggotaan kelas II), dan saya bisa bolak balik ketemu terapis sesuka hati (eh nggak ding, ada jadwal dan masa berlaku surat rujukan juga :p). Tapi maksud saya, saya tidak perlu memusingkan tarif sesi konsultasi atau  biaya treatment macam apa yang harus dijalani. Semuanya gratis. Nah kalau untuk obat, ada yang di-cover dan ada yang tidak. Tergantung jenis dan merk obatnya mungkin ya? Tapi mayoritas tetap tercover kok.

Saya akui, hidup dengan gangguan mental itu tidak enak. Tapi saya bersyukur sekali ada  BPJS Kesehatan yang menemani dan melayani sepenuh hati. Komitmen BPJS untuk tidak hanya memperhatikan kesehatan masyarakat secara fisik, namun juga mentalnya sungguh  amat patut diapresiasi.

Kalau tidak menjalani pemeriksaan dengan bantuan tenaga profesional, mungkin pemikiran awam saya masih menganggap gangguan depresi mayor yang saya idap ini "hanya" dipicu oleh sedih berlebih karena kematian papa. Padahal ada faktor yang lebih serius dari itu : keabnormalan otak yang bahkan sudah ada sejak saya lahir.

Semoga setelah ini, orang -orang bisa lebih peduli dengan kondisi kesehatan mentalnya sendiri. Saya memimpikan, di masa depan orang bisa membuat janji dengan psikolog atau melakukan kunjungan ke klinik psikiatri dengan sama santainya seperti halnya kunjungan ke dokter gigi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun