Dan. Begitulah. Tanpa rencana dan persiapan sama sekali, kami nekat saja motoran menyusuri jalanan sejauh lebih kurang 80 km menuju TAA. (well, dibilang tanpa rencana banget sih sepertinya kurang pas, ya. Sudah lumayan sering dibicarakan sejak berbulan-bulan yang lalu kok. Tapi untuk pergi hari itu memang betul-betul tidak direncanakan. Saya bahkan belum sempat sarapan).
Akses Jalan Lumayan Baik
Toh kedua mata ini cukup dimanjakan oleh pemandangan hamparan sawah luas menghijau di kanan-kiri jalan. Ada juga perkampungan dan kebun kelapa dan kelapa sawit. Duhh, pokoknya adem dan segar sekali rasanya.
Pelabuhan Berselimut Mendung
Meski sangat bersemangat saat berangkat, namun hati saya sebetulnya tak terlalu berharap banyak terkait TAA. Saya tahu pelabuhan ini tak akan seperti Merak atau Tanjung Priok, karena hanya melayani kapal-kapal dengan rute penyeberangan ke Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Bagi saya, bisa kabur sejenak dari kepadatan Palembang sudah lebih dari cukup.
Mendung manja menghalangi kami dari teriknya matahari pukul setengah 12. Antrean panjang kendaraan sepanjang hampir 3 km terlihat di gerbang masuk pelabuhan. Ah, ini tanggal 30 Desember, Â saya mengingatkan diri sendiri. Pasti pelabuhan sedang padat-padatnya oleh arus liburan akhir tahun.

Alih-alih tertarik dengan aktivitas khas pelabuhan, saya justru dibuat tercengang oleh pemandangan di depan mata. Jauh dari bayangan saya tentang pelabuhan, di mana akan tampak jelas garis batas antara laut dan daratan... TAA lebih mirip danau yang sangaaaaatt luas dengan hiasan pohon-pohon bakau nan elok.

Ah..., begitu damai. Begitu tenang. Saking tenangnya, mungkin kalau saya bawa laptop, bisa langsung menyelesaikan sebuah novel dalam sehari (ok. Yang ini lebay ).
"Ini danau, ya? Lautnya sebelah mana?" tanya saya karena memang tak punya bayangan sama sekali terkait letak laut. Di mata saya, perairan ini jelas bukan lautan, hanya tampak seperti Sungai Musi yang seratus kali lebih lebar.