Meningkatkan efisiensi: Sistem meritokrasi dapat meningkatkan efisiensi dalam organisasi, karena pekerjaan diberikan kepada orang yang paling kompeten untuk menanganinya (Friedman & Friedman, 1980, hlm. 204).
Pengakuan atas prestasi: Dalam sistem meritokrasi, individu dihargai berdasarkan pencapaian dan kemampuan mereka, sehingga menciptakan insentif untuk bekerja keras dan mengembangkan keterampilan (Arrow, Bowles, & Durlauf, 2000, hlm. 1).
Pemerataan kesempatan: Meritokrasi membantu mengurangi diskriminasi berdasarkan faktor seperti gender, ras, atau kelas sosial, dengan fokus pada kualitas individu dan bukan faktor keturunan (Sandel, 2012, hlm. 19).
Kritik Terhadap Meritokrasi
Namun, meritokrasi juga menghadapi beberapa kritik, di antaranya:
Ketimpangan pendapatan: Meritokrasi dapat menciptakan ketimpangan pendapatan yang besar, karena orang yang sukses dalam sistem ini cenderung mengumpulkan lebih banyak kekayaan dan kekuasaan (Piketty, 2014, hlm. 329).
Kesulitan mengukur merit: Beberapa kritikus berpendapat bahwa mengukur "merit" secara obyektif sangat sulit, sehingga sistem meritokrasi mungkin tidak sepenuhnya adil atau efisien (Sandel, 2012, hlm. 24).
Memperkuat ketidaksetaraan: Meritokrasi dapat memperkuat ketidaksetaraan sosial, karena anak-anak dari keluarga kaya dan berpendidikan cenderung memiliki akses yang lebih baik ke pendidikan dan sumber daya yang diperlukan untuk berhasil dalam sistem meritokrasi (Reardon, 2011, hlm. 91).
Tekanan dan stres: Sistem meritokrasi seringkali menempatkan tekanan yang tinggi pada individu untuk mencapai prestasi, yang bisa menyebabkan stres dan bahkan masalah kesehatan mental (Schwartz, 2000, hlm. 65).
Alternatif Meritokrasi
Sebagai respons terhadap kritik terhadap meritokrasi, beberapa peneliti dan ilmuwan sosial telah mengusulkan alternatif yang lebih inklusif dan adil. Misalnya, konsep "demokrasi deliberatif" yang dikembangkan oleh Jrgen Habermas (1996) menekankan pentingnya dialog dan diskusi dalam proses pengambilan keputusan, daripada hanya mengandalkan merit individu. Dalam "The Tyranny of Merit" (2020), Michael J. Sandel berpendapat bahwa masyarakat harus bergerak menuju "ekonomi yang lebih inklusif dan peran yang lebih merata untuk pendidikan publik."