Mohon tunggu...
Rahman Arif
Rahman Arif Mohon Tunggu... Guru

Saya adalah seorang guru yang bekerja di sebuah sekolah swasta. Selain mengajar saya juga senang menulis, membaca, dan berdiskusi terkait ide-ide menarik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Pendidikan Indonesia di Abad 21

27 September 2025   15:21 Diperbarui: 27 September 2025   15:21 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Informasi menjadi teknologi yang paling berkembang di abad ini. Perkembangan yang cepat ini membawa dampak yang besar pada segala bidang kehidupan, salah satunya dunia pendidikan. Murid-murid hari ini belajar di sekolah bersama dengan dunia yang berubah serba cepat, serba digital dan serba instan. Mereka memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh generasi sebelumnya, yaitu akses yang tak terbatas kepada pada sumber informasi. Mereka dapat mencari informasi apapun, belajar tanpa terbatas ruang, dan berinteraksi dengan orang dari belahan bumi yang lain. Tapi di balik itu semua tersimpan bahaya laten yang mengerikan: banjir informasi, brain rot dan ketergantungan pada Kecerdasan Artifisial (KA).

Minim Keterampilan di Tengah Banjir Informasi

Salah satu tantangan utama yang tidak disadari oleh dunia pendidikan saat ini adalah banjir data dan informasi. Saat ini, hanya dengan satu kata, mesin pencari akan menampilkan ribuan hingga jutaan informasi. Murid dapat menemukan informasi apapun sesuai dengan topik yang mereka inginkan. Namun apakah dengan kemudahan dan banyaknya informasi yang dapat mereka pilih menjadikan mereka lebih pintar? Sayangnya tidak selalu.

Fenomena ini dapat dijelaskan dengan teori Piramida Pengetahuan. Teori Piramida Pengetahuan memaparkan model hierarkis bagaimana data mentah diubah menjadi kebijaksanaan melalui empat tahapan, yaitu data, informasi, pengetahuan dan kebijaksanaan. Banyak murid saat ini yang hanya berhenti pada “data” dan “informasi”, tanpa pernah sampai pada “pengetahuan” dan “kebijaksanaan”. Mereka mengetahui fakta, tapi tidak mampu menjelaskan makna. Mereka dapat mengutip data, tapi tidak mampu menjelaskannya. Mereka tahu banyak hal dengan cepat, tapi juga lupa dengan cepat. Akibatnya mereka tidak pernah menjadi seorang yang ekspert, tapi hanya sekedar tahu.

Fenomena ini lebih jauh dapat dibedah, misalnya menggunakan buku Matinya Kepakaran karya Tom Nichols. Nichols menyebut fenomena ini sebagai versi elektronik efek Dunning-Krugger, yaitu ketika seorang yang tidak kompeten berselancar di dunia web untuk mencari pengetahuan, tapi pada kenyataannya mereka bahkan tidak menyadari bahwa mereka sama sekali tidak belajar apapun. Pada dunia pendidikan ini berarti murid yang tidak diajarkan memilah informasi dengan benar, mereka tidak pernah sampai pada pengetahuan, meski mereka merasa telah belajar banyak dari internet.

Pendidikan harusnya tidak hanya membawa murid pada pengetahuan, tapi hingga ke puncak kebijaksanaan. Tapi jika sistem tidak mengajarkan mereka tentang cara menyaring, menganalisis dan merefleksi data dan pengetahuan yang murid peroleh, maka banjir data dan informasi hanya akan membuat murid tenggelam.

Media Sosial dan Brain Rot

Bahaya laten lain yang mengintai adalah brain rot. Brain rot adalah istilah yang menggambarkan penurunan fungsi kognitif dan mental akibat terlalu banyak mengkonsumsi konten berkualitas rendah, dangkal atau yang hanya sekedar menyenangkan di internet. Istilah yang menjadi Oxford Word of the Year 2024 ini mencangkup beberapa gejala seperti penurunan kemampuan berfikir otak, fokus, daya ingat, hingga ancaman kecemasan dan perilaku impulsif.

Dewasa ini murid terbiasa dengan informasi yang ringkas dalam wujud video yang disajikan oleh media sosial seperti Youtube, Instagram dan Tiktok. Video yang umumnya berdurasi tidak lebih dari satu menit itu lambat laun menjadi candu karena dikemas dengan visual menarik. Akibatnya mereka kehilangan kemampuan untuk fokus dan berpikir kritis, dan tidak menyukai tugas yang kompleks dan rumit. Selain itu dunia mereka untuk mencari informasi juga pada akhirnya beralih dari membaca menjadi menonton.

Efek brain rot sangat berlawanan dengan proses yang selalu diajarkan dalam pendidikan. Pendidikan selalu mengajarkan tentang fokus pada penyelesaian masalah, sabar dalam mengerjakan proses, hingga selalu menantang dengan suatu ilmu yang kompleks. Maka perlu adanya gerakan dari pemerintah untuk mengatasi kecanduan ini. Karena jika tidak segera ditanggulangi, maka pendidikan akan kehilangan esensinya.

Ketergantungan pada Kecerdasan Artifisial (KA)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun