Sebelum ada GPN dan QRIS, setiap transaksi pembayaran digital yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia atau negara-negara ASEAN lainnya---baik lewat kartu kredit, debit, atau aplikasi dompet digital---selalu melibatkan jaringan besar seperti Visa dan Mastercard. Fee transaksi, yang sebesar 1-3%, secara otomatis mengalir ke korporasi asal Amerika tersebut. Dalam skala besar, tentu saja ini merupakan sumber pendapatan yang sangat signifikan.
Namun, dengan hadirnya GPN dan QRIS, aliran dana tersebut kini mulai terhenti. Selain itu, data konsumen yang dahulu menjadi barang berharga bagi perusahaan-perusahaan besar AS, kini tidak lagi dapat dikendalikan secara global. Data belanja, kebiasaan konsumsi, bahkan pola pembayaran masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai platform digital, kini menjadi aset yang tetap berada di dalam negeri.
Yang lebih mencemaskan bagi Amerika adalah ancaman terhadap dominasi dolar AS dalam transaksi lintas negara. Dengan berkembangnya sistem pembayaran lokal yang terhubung antarnegara ASEAN, peran dolar dalam transaksi regional semakin berkurang. Dalam jangka panjang, ini dapat melemahkan posisi dolar sebagai mata uang global utama, terutama di kawasan yang sangat potensial ini.
Secara keseluruhan, GPN dan QRIS tidak hanya menciptakan efisiensi, tetapi juga merupakan simbol kedaulatan finansial Indonesia. Ini adalah langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran global yang selama ini dikendalikan oleh negara-negara besar, terutama Amerika. Namun bagi Amerika, ini adalah ancaman nyata terhadap kekuatan ekonomi dan kontrol mereka di pasar global.
Penutup: Jalan Panjang Menuju Kedaulatan
Tarif Trump di satu sisi mungkin dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri AS, namun secara tidak langsung mendorong negara-negara ASEAN untuk mempercepat transformasi digital dan membangun kemandirian sistem keuangan. Layaknya David melawan Goliat, pertarungan ini bukan tentang kekuatan kasar, melainkan tentang keberanian dan kecerdasan strategis.
Melalui QRIS dan sistem sejenis, ASEAN tidak hanya membangun infrastruktur teknis, tetapi juga menyusun fondasi untuk tatanan ekonomi baru yang lebih adil dan berdaulat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI