Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah Ekonomi Pembangunan, Ekonomi Perubahan Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Desa Wisata

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengapa Trump "Alergi" dengan QRIS dan GPN?

24 April 2025   13:46 Diperbarui: 24 April 2025   13:46 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum ada GPN dan QRIS, setiap transaksi pembayaran digital yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia atau negara-negara ASEAN lainnya---baik lewat kartu kredit, debit, atau aplikasi dompet digital---selalu melibatkan jaringan besar seperti Visa dan Mastercard. Fee transaksi, yang sebesar 1-3%, secara otomatis mengalir ke korporasi asal Amerika tersebut. Dalam skala besar, tentu saja ini merupakan sumber pendapatan yang sangat signifikan.

Namun, dengan hadirnya GPN dan QRIS, aliran dana tersebut kini mulai terhenti. Selain itu, data konsumen yang dahulu menjadi barang berharga bagi perusahaan-perusahaan besar AS, kini tidak lagi dapat dikendalikan secara global. Data belanja, kebiasaan konsumsi, bahkan pola pembayaran masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai platform digital, kini menjadi aset yang tetap berada di dalam negeri.

Yang lebih mencemaskan bagi Amerika adalah ancaman terhadap dominasi dolar AS dalam transaksi lintas negara. Dengan berkembangnya sistem pembayaran lokal yang terhubung antarnegara ASEAN, peran dolar dalam transaksi regional semakin berkurang. Dalam jangka panjang, ini dapat melemahkan posisi dolar sebagai mata uang global utama, terutama di kawasan yang sangat potensial ini.

Secara keseluruhan, GPN dan QRIS tidak hanya menciptakan efisiensi, tetapi juga merupakan simbol kedaulatan finansial Indonesia. Ini adalah langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran global yang selama ini dikendalikan oleh negara-negara besar, terutama Amerika. Namun bagi Amerika, ini adalah ancaman nyata terhadap kekuatan ekonomi dan kontrol mereka di pasar global.

Penutup: Jalan Panjang Menuju Kedaulatan

Tarif Trump di satu sisi mungkin dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri AS, namun secara tidak langsung mendorong negara-negara ASEAN untuk mempercepat transformasi digital dan membangun kemandirian sistem keuangan. Layaknya David melawan Goliat, pertarungan ini bukan tentang kekuatan kasar, melainkan tentang keberanian dan kecerdasan strategis.

Melalui QRIS dan sistem sejenis, ASEAN tidak hanya membangun infrastruktur teknis, tetapi juga menyusun fondasi untuk tatanan ekonomi baru yang lebih adil dan berdaulat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun