Pada 2017, Bank Indonesia meluncurkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Dua tahun kemudian, hadir Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Keduanya bukan sekadar inovasi teknologi. Ini adalah upaya merebut kembali kendali atas ekonomi digital kita sendiri. Transaksi kini lebih murah, lebih mudah, dan---yang terpenting---datanya tak lagi bocor ke luar.
UMKM di pelosok pun mulai merasakan manfaatnya. Mereka bisa bertransaksi digital tanpa biaya tinggi. Tak heran, QRIS melonjak penggunaannya selama pandemi, saat orang mulai enggan memegang uang tunai.
Gerakan ini ternyata tak berhenti di Indonesia. Negara-negara ASEAN lain juga meluncurkan standar pembayaran digitalnya masing-masing: PromptPay di Thailand, DuitNowQR di Malaysia, hingga VietQR di Vietnam. Kini, semua mulai dihubungkan dalam satu sistem: ASEAN Pay.
Inilah bentuk baru perlawanan ekonomi kawasan. Sebuah David digital yang mulai menantang Goliat global bernama Visa dan Mastercard. Jalan masih panjang, tapi satu hal pasti: Asia Tenggara sedang membangun masa depan ekonominya sendiri---berdaulat, inklusif, dan tak lagi bergantung.
3. Analisis: David vs Goliat dalam Arsitektur Finansial Global
Dalam kisah legendaris David dan Goliat, seorang pemuda kecil mampu mengalahkan raksasa dengan strategi cerdas dan alat sederhana. Narasi itu kini menemukan wujud barunya di Asia Tenggara. ASEAN, dengan populasi lebih dari 600 juta jiwa, tengah memainkan peran David dalam menghadapi dominasi finansial global ala Goliat.
Siapa Goliat? Ia adalah Amerika Serikat dan korporasi keuangannya seperti Visa, Mastercard, dan sistem pembayaran digital yang menjadi poros global. Selama ini, negara-negara berkembang bergantung pada infrastruktur yang mereka bangun---dan tentu, mereka ambil manfaat besar: fee transaksi, arus devisa, hingga data konsumen strategis.
Tapi zaman berubah. Negara-negara ASEAN mulai membangun sistem sendiri: GPN dan QRIS di Indonesia, PromptPay di Thailand, DuitNowQR di Malaysia. Sistem ini bukan cuma alat bayar, tapi juga simbol kedaulatan digital. Biaya lebih murah, data tetap di rumah sendiri, dan UMKM makin mudah masuk ke ekonomi digital.
Lihat bagaimana turis Thailand bisa beli kopi di Bali cukup dengan scan QR. Itulah ASEAN Pay in the making---interkoneksi lintas negara yang bebas dari dominasi raksasa global.
Apakah ini pertarungan sepadan? Belum tentu. Tapi seperti David, ASEAN punya senjata: inovasi, kolaborasi, dan semangat untuk berdiri di atas kaki sendiri. Dan setiap scan QR lokal yang kita lakukan hari ini, bisa jadi adalah batu ketapel yang kita lempar ke arah dominasi Goliat.
4. Kenapa Amerika Keberatan?
Amerika Serikat menunjukkan keberatan yang cukup serius terhadap sistem pembayaran digital seperti Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang dicanangkan oleh Indonesia, serta gerakan serupa yang berkembang di ASEAN. Meskipun terlihat sebagai kemajuan teknologi, keberatan ini sangat rasional jika dilihat dari sudut pandang kepentingan ekonomi dan geopolitik.