Mohon tunggu...
Aradea Rofixs
Aradea Rofixs Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aktifitas: wirasuasta : suka membaca. Suka berimajenasi. Penggiat sastra komunitas tangan bicara pekalongan. : wira usaha, suka seni. Kesenian, filsafat, puisi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mematahkan Mitos Kutukan Empu Gandring

13 Januari 2014   04:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika tidak ditemukan naskah kuna kitab Pararaton—yang penulisnya tidak jelas itu. Dunia per-mitosan tidak tersuguh cerita tentang kutukan Empu Gandring yang mengerikan yang di alamatkan untuk Ken Arok. Tapi semua telah menjadi cerita, cerita yang melegenda, yang telah hidup dihati para penikmat cerita mistis.
Masalah ada atau tidak adanya
kejadian tersebut, kebenaran duduk permasalahan secara logig adalah nomer sekian, semua terasa sudah tidak perlu lagi di utak-atik atau di ganggu gugat, orang jawa atau orang indonesia sudah terlanjur bangga jika menikmati kisah mistis yang heroik seperti itu. Mungkin cerita Ken Arok hanyalah satu diantara sekian banyak cerita-cerita yang lainnya, yang kebenarannya masih perlu dipertanyakan ulang—namun semua sudah terlanjur melekat di hati masarakat—yang meski kita bertanya atau menggugat tak ada lagi yang meng-gubrisnya. Di sinilah nilai "penting"-nya andil seorang sejarawan. Adalah mampu menyuguhkan sejarah yang benar menurut nalar, menurut logika.
Sehingga mampu mengubah yang bengkok menjadi lurus, mengubah dari hal-hal yang negatif menjadi positif. (maaf bukan rasialis) Orang jawa kebanyakan selalu merasa punya derajad lebih tinggi dari suku-suku lain, karena mereka terbuai dengan cerita-cerita heroik, seperti Ken Arok, Damarwulan, dan penaklukan Gajah Mada di era majapahit—yang tanpa orang jawa sadari ada tulisan sejarah lain yang di situ, pernah, orang-orang jawa harus takluk dan terpuruk habis. Yakni pada era pendudukan orang-orang eropa di tanah jawa. Betapa jaman penjajahan bergulir selama 350 tahun, namun orang jawa tidak mempertanyakan dimana Kenarok-kenarok masa itu. Dimana gajahmada-gajahmada mereka. Era kekuasaan majapahit hanya 150 tahun, kerajaan demak berjaya hanya kira-kira 15 tahun, tapi era penjajahan kolonial terlalu lama, mengakar selama 350 thun. Tentu dari peristiwa tersebut kita dapat menilai, menilai secara logika, bahwa ternyata keampuhan keris Setan-Kober atau Naga-Sasra jauh kalah ampuh daripada meriam-meriam belanda. Ternyata, kesaktian orang-orang jawa yang konon bisa merubah wujud jadi cacing seperti Siti Djenar kalah saktinya dari kemampuan otak—hanya otak—orang-orang eropa. Ternyata logika mampu mengalahkan mistis.
Bukan hanya itu, di dalam bidang ekonomi-pun orang-orang jawa ini seakan lebih tahu dibanding sarjana-sarjana ekonomi lulusan luar negri sekalipun. Sehingga mereka merasa yakin ketika memulai usahanya atau berdagang haruslah terlebih dahulu melakukan ritual-ritual tertentu atau paling tidak sowan ke paranormal.
Dan, mereka tidak mau berkaca pada kenyataan, bila disana, di dunia yang luas ini, ternyata orang terkaya di dunia adalah orang-orang eropa dan amerika—justru orang-orang yang sama sekali tidak mengerti tentang klenik, ataupun mahluk mistis seperti tuyul, babi ngepet dan semacamnya.
Mereka adalah orang-orang yang berpegang pada logika, dan mungkin hanya 0, sekian % saja untuk percaya mistis. Inilah, hal semacam inilah, kalau boleh sahaya meng-kias-kan kenyataan yang di alami oleh masarakat jawa. Mereka membutuhkan seorang sejarawan yang mampu memberikan realitas sejarah. Dan, jika tidak, maka posisi dilematis orang Jawa persis seperti dalam cerita kutukan empu gandring,di kita Pararaton. Yakni "pusaka" orang jawa yang wujudnya "perasaan berderajad tinggi" serta rasa percaya diri yang tinggi atau kalau orang sekarang bilan PD,tersebut memang haruslah dibayar dengan sangat mahal. Betapa tidak, kecenderungan para kaum muda untuk percaya kepada masalah-masalah mistis-pun tak semudah membalik telapak tangan akan hilang. Keyakinan tersebut telah tandas membumi sampai ke anak cucu, mungkin lebih dari tujuh turunan. Melebihi kutukan empu gandring Karena disadari atau tidak disadari, bahwa hal-hal mistis dan sejenisnya jika di pupuk kembangkan dalam keyakinan, jangan harap kemajuan sistem bermasarakat dalam segala bidang baik, ekonomi, olahraga, ip-tek akan maju berkembang. Karena disadari atau tidak disadari, masalah mistis sesungguhnya menjadi sebuah batu ganjalan dalam membangun sebuah peradapan. Betapa banyak
waktu yang terbuang sia-sia memikirkan hal-hal yang tak telas ada juntrungnya. Dan tantangan para sejarawan, adalah, apakah mereka mampu membalikan mementahkan kutukan Empu Gandring, membalikan keadaan yang sudah mengakar dalam masarakat menjadi hal yang positif melalui penjelasan-penjelasan persuasifnya, selamat bekerja kaum sejarawan...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun