Teori ini menyoroti bagaimana suatu gerakan sosial menggunakan strategi tertentu untuk menyampaikan tuntutan mereka kepada publik dan pihak berwenang. GN AKSA menerapkan berbagai strategi kampanye berbasis edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengajak partisipasi aktif dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Metode yang digunakan mencakup sosialisasi berbasis lagu, permainan, serta sesi konseling yang dirancang untuk menyampaikan pesan dengan cara yang lebih interaktif dan mudah dipahami oleh masyarakat luas.
Â
Tantangan dalam Implementasi GN AKSA
Meskipun GN AKSA telah berjalan sejak 2014, tantangan dalam implementasinya masih ada. Menurut Kumparan, Salah satunya yaitu masih tingginya angka kekerasan seksual yang belum diimbangi dengan perlindungan memadai bagi korban. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 8% korban kekerasan seksual yang menerima perlindungan dari negara, sementara lebih dari 90% lainnya belum mendapatkan penanganan dan pemulihan yang komprehensif sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).Â

Upaya Kolaboratif untuk Masa Depan Tanpa Kekerasan
Untuk meningkatkan efektivitas GN AKSA, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor lain. Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi:
Penguatan Kebijakan dan Penegakan Hukum: Memastikan implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) berjalan efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku.
Peningkatan Edukasi Publik: Menggalakkan kampanye sadar kekerasan seksual melalui media massa dan platform digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Penyediaan Layanan Terpadu: Memperluas jangkauan dan kualitas layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) agar lebih banyak korban mendapatkan pendampingan dan rehabilitasi yang layak.
Kesimpulan
Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Anak (GN AKSA) lahir sebagai respons terhadap meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak, khususnya pada kelompok usia rentan 11-17 tahun. Berdasarkan Teori Ketidakpuasan (Discontent Theory), gerakan ini muncul akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi yang ada, sehingga mendorong berbagai organisasi dan komunitas untuk mengambil tindakan nyata dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.
Selain itu, dalam perspektif Teori Perlawanan (Repertoire of Contentions), GN AKSA menggunakan berbagai strategi kampanye berbasis edukasi untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat. Metode yang diterapkan, seperti sosialisasi melalui lagu, permainan, dan konseling, bertujuan untuk menyampaikan pesan secara efektif dan membangun pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya perlindungan anak.
Meskipun GN AKSA telah mendapatkan perhatian luas, tantangan seperti keterbatasan sumber daya dan cakupan program masih menjadi hambatan utama. Oleh karena itu, untuk memperkuat dampaknya, gerakan ini perlu memperluas kolaborasi dengan pemerintah, lembaga sosial, dan media guna menekan angka kekerasan seksual terhadap anak serta memperluas jangkauan kampanye mereka.
Dengan upaya yang berkelanjutan dan dukungan dari berbagai pihak, GN AKSA memiliki potensi besar untuk menjadi gerakan yang semakin efektif dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual serta mendorong perubahan sosial yang lebih luas di Indonesia.
