Mohon tunggu...
Muhammad Aqiel
Muhammad Aqiel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemuda, Sudahkah Cakap Berdemokrasi

16 Desember 2017   08:29 Diperbarui: 16 Desember 2017   09:55 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahasiswa tanpa Idealisme tak ubah layaknya oase di gurun pasir, ompong melompong. Oleh karena itu, Idealisme dijadikan ayat suci bagi mahasiswa dalam bersikap. Namun jika Idealisme dijadikan alasan untuk tidak berkecimpung dalam sebuah pergerakan, apa jadinya ?

Di Pojok PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) kita mengenal sekelompok orang-orang paling Idealis, mereka tak segan menolak bahkan mengkritisi rektorat yang membiayaai meja redaksinya. Mereka dikenal Pers Mahasiswa, sebagai media alternatif, seringkali pergerakan mahasiswa di awali oleh invenstigasi wartawan kampus. Obyektivitas ini lah yang melahirkan Pemberitaan paling kritis dan mampu menggerakkan Massa Populis untuk melakukan perlawanan.

Suasana epik tadi, sayang tak kita rasakan kembali setelah reformasi. Kini, Pers Mahasiswa tinggal bingkainya saja. Betapa mudah intervensi luar menikam kebebasan pers. lalu, dengan eloknya budaya asing menggerogoti mental mahasiswa saat ini. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan perjuangan sebelum itu mulai terkikis oleh rayap-rayap Material ; Uang, Gadget, dan fashion!

Jarang produk Pers Mahasiswa (sekarang) dijadikan cetak biru dalam perlawanan. Seolah mereka pikir "yang penting berita" pada akhirnya berita seremonial selalu menjadi konsumsi Publik, sangat jarang berita bermuara Invesitigasi ditemukan, apakah ini yang membuat mahasiswa menjadi apatis ? jangan salahkan Persma, salahkan mental kita sekarang yang (masih) menyebut diri kita orang paling Idealis sejagad.

Mempertanyakan Idealisme (?)

Orasi dari aktivis mahasiswa begitu mengguncang jiwa perjuangan yang kini mulai tenggelam. Aktivis tadi biasanya ada di pusat PKM, mereka adalah orang-orang dari segelintir golongan yang terpilih dan memiliki tugas paling mulai sebagai pengemban Agent Of Control dan Agent Of Change. Sudah menjadi rahasisa umum Presiden Mahasiswa yang terpilih baik itu dari jalur Aklamasi maupun Pemilihan Raya (Pemira) merupakan orang-orang (titipan) golongan tertentu, begitpun merujuk ke jajaran paling bawah sekalipun: Kementrian-Staf Ahli. Meski pada kenyataannya penekanan pada aspek Profesionalitas sekalipun telah dikumandangkan, namun orang-orang kepercayaan baik itu teman si Presiden, atau sekeliknya sekalipun tetap disebut Praktik Nepotisme struktural.

Adanya Kolusi Transakisional kelas bawang yang terjadi Pra-Pemira maupun Aklamasi, telah menyurutkan semangat perubahan' mahasiswa dari berbagai fraksi. Mungkin ini yang menyebabkan mahasiswa memilih netral atas pasang surut dan dinamika perpolitikan kampus.

Muara Idealisme tadi bisa ditafsirkan bermacam-macam, mulai dari Mahasiswa yang anti golongan tertentu, anti Politik, hingga mereka yang membatasi ruang pergerakannya tadi seperti saya sebutkan di halaman awal. Mereka ini lah orang-orang yang salah kaprah tentang Idealisme, kita mungkin menyadari tindakan mereka amat mulia ialah ingin menciptakan ruang  politik kampus yang sehat dari Primordialisme dan fanatisme seorang pejabat kampus. Argumentasi mereka suci dilatarbelakangi kegaduhan sana-sini yang menjalar kemana-mana. Mereka resah atas polemik yang sarat akan intrik tak berkesudahan di lingkup internal dan eksternal kampus, saling hujat, dan merasa dirinya paling benar. Tapi, mereka lupa satu hal, entah pikun atau tidak, yang jelas mereka merasa dirinya paling benar dan paling mulia.

Melalui slogan Idealisme, orang-orang ini membatasi aktivitasnya dari hingar-bingar perpolitikan, tak ada satupun dari mereka yang ingin terjun ke kancah perpolitikan kampus, baik itu Badan eksekutif, Senat, hingga lingkup eksternal sekalipun. Sehingga dalam momentum menjelang Pemira (pemilihan raya), kitab perjuangan mereka adalah pemikiran Soe Hook Gie, pemikiran atas makna "Independensi" adalah benar, tak perlu kita salahkan, mau memilih atau tidaknya itu adalah pilihan bukan paksaan. 

Namun sikap netral tadi sering dijadikan batu sandaran tak berdasar, terutama kegaduhan yang mereka ciptakan di media sosial. Hal tadi seakan-akan mereka dilupakan pikirannya, yang tadi ingin menghindari politik kampus dari ujaran kebencian malah mengacaukan pilar-pilar demokrasi. Maka saya katakan sekali lagi Idealisme dan sikap Independen ini yang salah dan patut kita ubah bersama-sama.

Cakap Bersikap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun