Mohon tunggu...
Lovely April
Lovely April Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Follow FB : https://www.facebook.com/lovely.april999

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jodoh Kedua

11 Februari 2024   14:31 Diperbarui: 8 Maret 2024   12:12 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku memecahkan sebutir telur ayam di atas penggorengan, menaburkan sejemput garam di atasnya lalu mencuci tanganku di wastafel. Sekilas kuseka tangan yang masih basah oleh air dengan serbet yang tergantung di dinding. Sambil menunggu telur matang, aku membuka toples berisikan susu bubuk dan menyiapkan segelas susu hangat. Kumatikan kompor tatkala telur telah berbau harum, tandanya sudah matang. Kutiriskan, lalu kuhidangkan di meja makan,bersama dengan tumis bayam dan segelas susu hangat. Ini menu sarapan pagi ini untuk Ghea, putriku yang duduk di bangku SD kelas 6.

"Nak, sarapan dulu. Setelahnya bersiap berangkat ke sekolah ya? " aku berkata pada Ghea yang sedang mengecek kembali buku dan tasnya. 

"Ya, ibu, terimakasih sudah menyiapkan sarapanku," sahut Ghea, yang kuikuti dengan anggukan kepala dan seulas senyum. 

Aku melirik jam dinding yang tergantung di atas lemari buku, ukhh... sudah jam 06.15 WIB. Dengan sedikit panik diburu waktu, aku segera menyambar ember berisi pakaian di samping mesin cuci yang sudah setengah kering dan menjemurnya di halaman samping rumah. Semoga saja hari ini tidak hujan, batinku berharap.

Aku menghela nafas sesaat. Hanya bisa sesaat, karena aku masih harus menyapu lalu mandi. Setelahnya pergi mengantar Ghea ke sekolah sekaligus aku berangkat kerja.


Begitulah rutinitas pagiku yang selalu gaduh. Apalagi bila aku bangun kesiangan, akan bertambah pula kegaduhanku di pagi hari. Karena waktu jadi berkurang, sementara aktifitas rutin tak bisa tidak harus diselesaikan sebelum berangkat ke kantor. 

Untunglah gadis remajaku, Ghea adalah anak yang baik. Ia sudah bisa berbagi tugas denganku untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Ghea membantuku untuk menanak nasi, melipat baju yang telah kering serta mengurusi si Meong dan 3 anaknya, yang merupakan kucing peliharaan kami. Ghea mungkin bisa memahami keterbatasan waktuku sebagai orang tua tunggal. 

Saat Ghea berusia 9 tahun, aku bercerai dengan ayahnya. Hak asuh Ghea jatuh padaku. Setelah perpisahan dengan pria itu, alam menguatkan diriku untuk berjuang lebih giat mencari nafkah dan mandiri dalam hal apapun. Kalau dulu lampu bohlam di rumah putus, aku tinggal meminta tolong pada Agam, nama pria itu. Maka Agam akan segera menggotong tangga besi lipat dan menaikinya untuk mengganti lampu bohlam yang putus dengan yang baru. Sekarang, aku akan menggotong tangga dan mengganti bohlam sendiri. Semua tugas yang dulu tugas Agam, kini kulakukan sendiri. Seperti hari minggu kemarin, aku memotong ranting dan dahan pepohonan di kebun belakang agar rapi. Membeli air galon, gas dan banyak lagi yang dulu dikerjakan Agam mau tak mau kukerjakan sendiri kini. 

***

"Kenapa kau tidak rujuk saja dengan Agam? " Mela sahabatku bertanya padaku suatu ketika. "Toh kalian bercerai 3 tahun hingga kini masih sama-sama sendiri. Nah barangkali kalian berjodoh panjang."

Aku tersenyum kecut. Kalau aku mau, tentu sudah kulakukan sejak dulu. 

"Ghea butuh figur seorang ayah. Dan kupikir, Agam juga sudah belajar dari kesalahannya dulu. Ia tentu berkembang, berubah lebih baik, " tambah Mela. 

"Entahlah, Mel. Ghea beberapa kali juga bilang padaku, katanya ayahnya ingin rujuk denganku," sahutku. 

"Nah... nah itu si Agam sudah curhat pula dengan putrinya. Kau jangan kelewat judes pula, nanti Agam ciut nyalinya mau dekati kau, Elma," bak konselor perkawinan Mela menasehati. 

Aku tertawa melihat wajah serius Mela yang justru terlihat kocak. 

Bagaimana menjelaskan pada Mela, aku pun tak tahu. Ketika dulu memutuskan berpisah dengan Agam, itu sudah kupertimbangkan masak-masak. Dengan melihat berbagai aspek serta mengukur sejauh mana aku bisa bertoleransi. Pada kenyataannya aku tak bisa mentolerir lagi. Lalu, bagaimana mungkin aku melupakan apa yang dulu membuatku berpisah dengan rujuk kembali dengan Agam ?

Aku selalu terbuka dengan Mela. Ia adalah sahabatku sejak kecil. Namun ada 1 hal yang kusembunyikan darinya, yakni bahwa 6 bulan yang lalu sesungguhnya Agam telah memintaku untuk rujuk, membangun kembali mahligai pernikahan kami yang telah hancur. Tapi aku menolak dengan halus. Entahlah, aku merasa masih damai dengan kesendirianku. Dan juga aku belum sepenuhnya percaya Agam telah benar-benar berubah. 

*** 

Aku tengah memilih-milih pakaian di rak di sebuah mall, ketika kulihat sosok yang sangat ku kenal melintas. Agam ! tetapi hey, dia tak sendiri. Ada seorang wanita berambut sebahu dengan tubuh semampai di sisinya. Aku tak dapat melihat jelas wajah wanita itu, karena tertutup oleh badan tinggi besar Agam. 

Tapi aku melihat tangan Agam melingkar di pinggang wanita itu. Mereka nampaknya menjalin sebuah hubungan yang dekat. 

Penasaran, aku mencoba mencari tahu dengan memperdekat jarak ku terhadap mereka. Aku memutar badanku, bermaksud mengikuti mereka secara diam-diam. Tapi aku justru kehilangan mereka. Mereka sudah tak nampak lagi. Siapakah wanita itu, kenapa Agam nampak dekat sekali dengannya ? 

Suasana mall yang semula ramai mendadak jadi sepi. Sekelilingku menjadi terlihat samar-samar. Mataku tiba-tiba terasa berat, namun perlahan dapat terbuka. 

Ternyata aku bermimpi. Kusangka sungguhan yang kulihat tadi. 

Semenjak mimpi itu, tak tahu mengapa hatiku jadi tak nyaman. Ada rasa kurang suka melihat Agam mesra dengan wanita berambut sebahu bertubuh semampai itu. Padahal itu hanya bunga tidur, bukan sungguhan. 

Mendadak aku takut jika suatu hari nanti Agam benar-benar akan dimiliki oleh wanita lain dan mereka hidup bersama selamanya. Itu berarti ... tak akan ada kesempatan kedua untukku dan Agam. 

Pipiku terasa hangat. Ada yang berdesir halus di relung hatiku. Ah, kenapa pula dengan diriku? apa peduliku jika pun itu terjadi ? itu hak Agam, kami kan sudah berpisah lama. Lalu kenapa pula aku keberatan ?

Ataukah mungkin aku cemburu? ukhh.... kutepis segera pikiran itu sejauh-jauhnya. 

Terbayang di kepalaku, dulu aku sering bertengkar dengan Agam karena ia manja, anak mama, malas bekerja.  9 tahun tak ada perubahan, akupun membulatkan tekad bercerai. Walau Agam punya sisi tak baik, ada juga sisi baiknya, dimana ia lembut dan selalu ringan tangan dalam hal membantuku.

Ucapan Mela bergaung kembali di gendang telingaku,

"Ghea butuh figur seorang ayah. Dan kupikir, Agam juga sudah belajar dari kesalahannya dulu. Ia tentu berkembang, berubah lebih baik. " 

Yah, mungkin Mela ada benarnya. Yang kutahu Agam kini telah bekerja dan ia giat. Dalam waktu 2 tahun, ia berhasil naik jabatan di kantornya yang bergerak di bidang industri farmasi. Agam telah berkembang, dari Agam yang anak mama kini menjadi Agam yang dewasa dan bertanggungjawab. Ia pun tak pernah absen memberikan uang nafkah bagi Ghea anak kami setiap bulannya. Mungkin ia berusaha membayar kesalahannya dimana dulu saat menjadi suamiku, ia tak menafkahi Ghea juga aku. 

Lepas dari semua itu, aku tak bisa berbohong pada diriku sendiri bahwa aku masih mencintainya. Bagaimanapun ia adalah pria sejatiku, karena ia ayah dari anakku. 

Dan adapun diriku, kurasa aku juga telah belajar lebih dalam arti kata ikhlas dan menerima serta mentolerir kekurangan pasangan. Karena, tentunya akupun memiliki kekurangan juga di mata pasanganku. 

Aku bangkit dari dudukku, menuju jendela kamar. Kubuka kedua bilik jendela, agar sinar mentari pagi bisa masuk ke ruangan ini. Tuhan, apakah aku rujuk saja dengan Agam? demi buah hati kami. Apakah aku dan Agam memang masih berjodoh ? hatiku gulana.

Jauh di lubuk hatiku, aku yakin aku dan Agam sebenarnya mampu untuk memperbaiki semua. Menata puing istana kami yang hancur menjadi sebuah istana kembali. Aku melihat perubahan Agam, ia sudah bukan Agam yang dulu. 

Semoga saja. Secercah asa terbit di sanubariku, bersinar hangat menjalari kalbuku. Akankah takdir indah kan kujelang, kami bertiga akan kembali bersatu sebagai keluarga? ada sebuncah semangat baru menggelora. 

Tok... tok... tok

Tiba-tiba pintu kamar diketuk, memporak-porandakan lamunanku. Aku membukanya. Ghea nampak berdiri di muka pintu. 

"Bu, ada ayah datang," ucap Ghea. 

Aku terperanjat. Agam datang ? aku segera merapihkan dress yang kukenakan dan bergegas menuju ruang tamu. 

"Tolong buatkan teh hangat buat ayahmu, Ghea, "ujarku pada Ghea. 

"Tapi bu... ,"Ghea berkata yang langsung kupotong, 

"Buatkan dulu, nanti kita lanjut bicaranya ya nak, "ujarku seraya melangkah ke ruang tamu. 

Agam sedang duduk di sofa ruang tamu saat aku tiba. Tapi ternyata ia tak sendiri. Seorang wanita berambut sebahu ada di sisinya. 

Jantungku berdegup kencang. Hatiku menjadi tidak nyaman. 

Agam dan wanita itu berdiri menyambutku. Aku terkesiap. Wanita berambut sebahu dengan tubuh semampai itu... dialah sosok wanita yang kulihat di mimpiku tempo hari !

"Elma, aku datang untuk memperkenalkanmu dengan Desi. Desi ini istriku. Kami menikah minggu lalu. Mohon maaf tidak mengundangmu, karena kami hanya menikah sederhana di kantor KUA, " Agam berkata seraya menarik lembut tangan wanita di sampingnya untuk mendekat ke arahku, "ia jodoh keduaku setelah kamu, Elma. Semoga kamu segera menyusul kami, kudoakan."

Sepasang insan di hadapanku itu saling melempar tatap dengan mesra. Sang wanita malu-malu mendekatiku dan mengulurkan tangannya,

"Perkenalkan, saya Desi, mbak."

Seluruh persendianku lemas rasanya. Mataku seperti melihat ribuan kunang-kunang beterbangan. Pasukan kunang-kunang itu berputar-putar, lalu melesat menjauh. Lenyap. 

Sama seperti asaku kini. 

Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun