Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengakuan (Bagian Satu)

25 November 2020   06:28 Diperbarui: 25 November 2020   11:29 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian Satu

Di antara hembusan angin yang bertiup kencang, di bawah temaram bulan sabit yang sebagian mulai tertutup awan. Wanita cantik yang selalu mengenakan pakaian berwarna hitam itu berbisik pelan di telingaku.

"Mas, aku ingin membunuh semua lelaki yang telah merusak hidupku dan berhasil membuatmu cemburu beberapa waktu yang lalu."

Di antara temaram, kutatap wanita berkuning langsat yang saat ini tengah duduk di depanku.

Wanita berparas cantik itu berkata sambil mengambil cangkir kopi di depanku, mendekatkannya ke bibirnya lalu secara perlahan meneguk kopi susu di dalamnya.

Kutatap bekas bibir milik wanita berparas ayu yang tertinggal di pinggir cangkir retak seribu sebelum menatap ke arahnya.

Dari mimik wajah dan suaranya yang terdengar begitu yakin itu aku hampir-hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar keluar meluncur dari bibirnya, dia hendak membunuh semua lelaki yang selama ini telah berlaku kurang ajar itu karena mereka semua telah berhasil membuatku cemburu.

Masih jelas terdengar perkataan beberapa lelaki yang mengatakan bahwa wanita di depanku ini hanyalah seorang pelacur murahan yang semua orang bisa memilikinya, termasuk aku.

Di antara hembusan angin malam, kembali kubakar sebatang rokok yang terselip di bibirku, kuhisap dalam-dalam sebelum kuhembuskan secara perlahan-lahan sambil berusaha memahami kata perkata yang keluar dari dalam mulut wanita yang begitu kucintai ini. Dia adalah Wanitaku yang pertama kali kutemui saat tengah menangis sesegukan di pinggir jalan.

Seiring waktu yang berjalan, hubunganku dengan wanita cantik yang selalu berhasil menekan amarahku kepada para lelaki yang telah berbuat kurang ajar kepadanya semakin intim, hingga terucap janji di antara kami berdua untuk sehidup semati, dan kini, kata-kata yang keluar dari bibirnya itu membuatku terhenyak, sebab aku tau betul bahwa sisi kewanitaan wanita di depanku ini begitu kuat sekali, aku tau, jangankan terpikir untuk membunuh orang-orang yang telah merusak hidupnya, melihat Ayam mati saja dia tidak tega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun