Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Nenek Misterius di Hutan Larangan

9 Oktober 2019   21:10 Diperbarui: 28 Maret 2020   20:43 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ampun Nek. Aku tahu kami bersalah karena telah berbuat salah di tempat ini," lelaki sampan menjawab pelan sambil menunduk, tidak berani menatap mata Nenek tua yang tengah menatap tajam ke arah kami.

"Enak saja kalian meminta maaf setelah membuat kotor tempat ini! Sebagai ganti atas Kekurang ajaran kalian berdua di tempat ini, maka kalian berdua harus di hukum!" Bentak Nenek tua di depan pintu pondok itu sambil melotot ke arah kami.

"Aku mohon bebaskan wanita ini Nek, dia tidak bersalah, akulah yang bersalah karena telah membawanya ke tempat ini. Dan untuk menebus kesalahannya, aku rela mati demi wanita yang berasal dari kota ini. Aku bersedia menanggung hukumannya asalkan Nenek bersedia membebaskan wanita ini," lelaki sampan kembali berkata pelan sambil melirik ke arahku yang sedang menangis ketakutan sambil memegang erat tangan lelaki sampan.

"Anak muda sombong! Berani-beraninya kau hendak menjadi pahlawan kesiangan di depanku karena wanita ini. Baiklah jika memang itu maumu."

"Apapun akan aku lakukan, tapi tolong bebaskan wanita ini,"

"Baiklah! Sesuai dengan keinginanmu untuk menanggung hukuman yang seharusnya juga aku berikan pada cucuku yang juga ikut membuat kotor tempat ini, maka sekarang aku putuskan bahwa dia boleh pergi meninggalkan Hutan larangan ini, sedangkan kau harus tetap berada di sini untuk menerima hukumanmu di tempat ini."

Nenek tua berkerudung merah marun itu berkata sambil menunjuk ke arahku dan lelaki sampan secara bergantian dengan tongkat kayu di tangannya.

“Cucu?”

Aku dan Lelaki sampan saling berpandangan antara satu sama lainnya saat mendengar Nenek tua berkerudung merah marun itu memanggilku cucu.


Kulihat Nenek tua di depan pintu pondok kayu itu tiba-tiba mengetukkan tongkat kayu yang ada di dalam genggaman tangan kirinya tiga kali setelah selesai bercakap-cakap dengan Lelaki sampan di sebelahku ini.

Setelah Nenek tua yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun itu mengetukkan tongkatnya ke lantai pondok kayu ini tiga kali, di antara suara Saluang yang menimpa suara air hujan di tempat ini, tiba-tiba saja terdengar suara auman Harimau di luar pondok kayu di dalam Hutan larangan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun