Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Kecupan Terakhir

21 April 2019   12:46 Diperbarui: 21 April 2019   13:51 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sangat  menyakitkan bila mencintai secara berlebihan, bukan hanya makhluk yang cemburu,  sepertinya Tuhanpun cemburu melihat insan bercinta sampai lupa kehadiran-Nya, suka tidak suka Dia akan mengambilnya dengan cara apapun, tegurannya terkadang menyakitkan.

Engkau pernah berkata "jangan mencintaiku melebihi cintamu pada Tuhanmu", dulu engkau takut mencintaiku secara berlebihan, menahan rasa cemburumu, mengingatkan bila aku cemburu, kita takut saling kehilangan.

Seiring waktu ada apa denganmu? kau berubah, cemburu membakar tubuhmu perlahan, katamu bagai pedang dibakar bara api, tergantung keahlian sang empu yang memainkannya, pedang bisa tajam atau malah hancur!

Di sini kujaga rasa yang berlebihan, kujaga cinta dan cemburu kuaduk biar rasanya pas, aku ingin berada ditengahnya, seperti rasa kopi susu buatanmu, bukan karena aku perempuan tangguh, bukan, satu alasan karena aku tak mau kehilanganmu.

Kau tahu aku sering memohon pada Tuhanku, "Tuhan kujaga semua rasa ini dengan selalu mengingatMu, tolong jangan pisahkan kami, tanpanya aku rapuh".

Saat ini aku ingin mengecupmu, bukan kecupan terakhir tapi kecupan pertama dan selamanya.

ADSN
Tol Cipali, 210419

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun