Mohon tunggu...
Aprillia NurAida
Aprillia NurAida Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Pendidikan Seksualitas

Lulusan keperawatan dan sekarang fokus pada pendidikan seksualitas dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengolah Isu Seksualitas Menjadi Diskusi yang Mendidik

14 September 2021   11:48 Diperbarui: 14 September 2021   12:02 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Bagaimana kalau kita melakukan seperti itu?"

Pertanyaan itu terlontar dari suami saya setelah melihat berita pelaporan ayah Taqy Malik, Mansyardin Malik oleh Octaria Kawuwung. Istri siri yang baru dinikahi beberapa bulan telah memperkarakan bagaimana cara sang suami memperlakukannya dalam berhubungan seksual. Khususnya lewat belakang ketika ia sedang datang bulan.

Anal seks ataupun berhubungan melalui anus tidak hanya dilakukan oleh pasangan sesama jenis. Mereka yang berpacaran ataukah sudah menikah ada yang melakukannya. Salah satu alasan utama tentu saja untuk menambah gairah seksual dan sebagai variasi. Namun, ada juga yang memakai alasan untuk menghindari kehamilan.

Dalam diskusi semalam, pembicaraan kami fokus pada hubungan suami istri. Suami berpendapat hal itu sepertinya memang menarik. Apalagi di masa awal menikah, gejolak dan juga libido itu pasti terisi penuh. Tidak peduli pasangan capek ataupun berhalangan, dorongan untuk melampiaskan gairah sangat besar.

Pun sama untuk pasangan yang telah lama membina rumah tangga. Hubungan itu memiliki masa. Sama seperti tanaman, ada saat ia menjadi bibit, tumbuh, kering, layu ataukah nantinya mati. Puncak dari semua permasalahan berujung pada kebosanan. Saat rasa ini menyerang, harus ada sesuatu yang baru untuk dilakukan. Entah dari perbaikan komunikasi, penyegaran pikiran ataukah sesuatu yang baru dan menarik.

Berbicara mengenai hubungan di ranjang, anal seks, sering menjadi alternatif yang menggiurkan. Namun, berkaca pada hukum Islam yang kami jalani, cara ini harus dilihat dari berbagai aspek. Masih ada kontroversi dari segi yang memperbolehkan ataukah melarang. Kita perlu telusuri satu per satu.


Pendukung terjadinya anal seks melihat dari pemaknaan QS. Al-Baqarah Ayat 223: Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.

Ayat ini, masih perlu dikaji lagi. Ada ulama yang memaknai ladang itu sebagai tempat untuk menghasilkan sesuatu yang dipanen. Diibaratkan dalam berhubungan seksual, ada anak sebagai hasilnya. Sedangkan hubungan anal?

Pun pendapat keberatan ini juga disampaikan oleh Rasullullah. Khazimah bin Tsabit meriwayatkan bahwasannya ada seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang berhubungan seks melalui jalan belakang, kemudian Nabi menjawab: "halal". Ketika orang tersebut berlalu, kemudian Nabi memanggilnya kembali dan berkata: "Apa yang kamu katakan tadi, kalau yang kamu maksud adalah hubungan seks di farji melalui jalan belakang atau jalan depan, maka boleh. Namun, jika yang kamu maksudkan adalah anal seks, maka haram. Sesungguhnya Allah tidak malu dengan sesuatu yang benar". Secara tidak langsung Nabi mengatakan "janganlah mendatangi istri kalian dari dubur."

Ibaratnya, saat miskin ilmu semua kesalahan masih bisa dimaafkan, tetapi kalau kita sengaja berpura-pura miskin ilmu, hukum larangan berlaku.

"Apakah masih mau, Mas?"

Ada keraguan di wajah suami. Diskusi semakin hangat, sebagai seorang laki-laki yang tidak mau menerima kekalahan pembicaraan melebar ke kesehatan. Menurutnya, zaman sekarang itu sudah canggih, pengobatan maju. Penyakit seperti HIV, kutil kelamin, herpes kelamin dan juga penyakit kelamin lain dapat dicegah, salah satunya dengan kondom ataupun pemakaian pelumas. Apa yang ditakutkan?

Risiko itu disosialisasikan untuk pencegahan. Layaknya iklan vaksin Covid. Seseorang yang belum terkena Covid-19 diharapkan dapat lebih kebal dan menuunkan risiko kematian saat terindikasi kena. Apakah kita perlu terkena Covid-19 dulu sebelum melakukan vaksin?

Pun sama dengan seks anal, apakah tidak ada cara lain untuk mendapatkan kepuasan seksual? Kenapa tidak dicoba variasi seks yang lain? Seks itu perlu dinikmati keduanya, inilah yang namanya kepuasan batin. Bukan hanya untuk salah satu pihak (yang meminta seks anal).

Pernikahan itu kompleks, yang dipikirkan juga efek jangka panjangnya. Kalau sekali dibolehkan, apakah ada jaminan akan cukup puas untuk selamanya? Bagaimana kalau ketagihan? Bagaimana kalau di tahun selanjutnya sudah tak ada kepuasan batin dalam hubungan, apa yang akan dilakukan?

Anus merupakan tempat untuk mengeluarkan kotoran, di sana ada banyak pembuluh darah. Selain itu, otot yang menunjangnya pun hanya satu yang dominan, sphincter. Otot ini membantu menahan feses. Bayangkan kalau otot ini kehilangan daya elastisitasnya, apa yang terjadi? Apalagi kalau Sobat sering berganti pasangan.

Berbeda dengan Miss V yang memiliki pelumas alami, anus tak memilikinya. Hal ini juga meningkatkan risiko luka dan kerentanan terkena penyakit. Apalagi kalau pihak perempuan memiliki tekanan dan juga ketakutan yang menyebabkan otot menegang.

Tanpa ada kerelaan, kerusakan yang terjadi pun lebih besar dan parah. Pembuluh darah pecah, luka goresan, belum lagi trauma yang ada.

Komunikasi menjadi jalan pengobatan yang nyata. Sesuatu yang terasa tabu menjadi bahasan menarik saat makhluk planet Mars dan Bumi bertemu. Memang pikiran laki-laki dan perempuan itu jauh berbeda tetapi bukan alasan untuk memuaskan kehendak pribadi.

Perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan sejajar, baik dalam berpendapat ataukah pengambilan keputusan. Dalam rumah tangga sudah bukan zamannya kita hanya "manut" atau istilahnya sendiko dawuh. Bukan berarti pula kita dibolehkan ngelunjak bahkan durhaka pada suami.

Manut ini dalam artian menurut pada suatu kebenaran. Kalau apa yang diinginkan laki-laki jauh dari apa yang kita yakini benar, sudah sepantasnya perempuan itu berpendidikan. Bukan dilihat dari gelar di ijazah, tetapi bagaimana peempuan itu mau berkembang sesuai peran yang diemban.

Istri memang harus jadi pelengkap laki-laki, setidaknya berusaha mengimbangi kalau berbeda latar. Semisal ia sebagai istri ulama, setidaknya belajar ilmu agama juga. Selain dapat menjadi bahan diskusi untuk pasangan, juga menjadi second opinion kalau diskusi dengan suami mengalami kebuntuan.

Tidak ada yang sepenuhnya benar ataukah salah. Sudah sepatutnya kita sebagai perempuan speak up kalau merasakan ketidak adilan dalam rumah tangga. Pun bila menyangkut permasalahan pribadi, salah satunya kekerasan seksual, karena dapat menyakiti salah satu pihak.

"Bagaimana Pak, masih mau?"

Pertanyaan itu tak terbalas, hanya dengkuran yang terdengar. Sepertinya ia sudah terlena di dunia mimpi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun