Lebaran dua hari lagi, hari kemenangan setelah sebulan lamanya berpuasa dan menahan hawa nafsu. Hari di mana manusia seolah lahir kembali dan suci tanpa setitik dosa. Semua kesalahan seolah telah luruh bersama ibadah Ramadan yang telah dilakukan.Â
Lebaran, juga merupakan hari penuh suka cita. Saat keluarga dan handai tolan saling mengunjungi, berjabat tangan dan bermaaf-maafan. Hilanglah semua kesalahan yang pernah ada baik disengaja ataupun tidak.
Sebagaimana lebaran tahun lalu dan sebelumnya, keluarga kami selalu berkumpul saat Idulfitri tiba. Sungkeman selalu menjadi tradisi untuk meminta maaf kepada orang tua atau yang dituakan. Diawali Ibu yang sungkem pada Bapak, lalu dilanjutkan dengan putra-putrinya saling bermaafan dengan saudara kandung yang lain.
Usai makan bersama, biasanya tetangga baru datang untuk berlebaran. Silih berganti berjabat tangan dan saling memaafkan. Tak jarang, mereka juga ikut makan di tempat kami, meskipun kadang bukan ketupat lebaran yang kami sajikan.
Namun, tiga tahun terakhir ini, sungkeman yang kami lakukan sudah tak seperti dulu. Kepergian Pakde dan Bude lalu di susul Bapak, membuat acara sungkeman hanya berlangsung di rumah dan untuk Ibu saja. Tak ada lagi saudara tua yang bisa dikunjungi lagi.
Dengan adanya pandemi yang berkepanjangan seperti saat ini. Entah bagaimana nanti kami akan merayakan lebaran. Anjuran #dirumahaja dan #janganmudikdulu mungkin yang akan kami patuhi.
Berlebaran secara online mungkin akan menjadi pilihan utama. Video call akan menjadi cara efektif untuk berlebaran agar terhindar dari virus corona yang mematikan. Dan ini akan menjadi pengalaman baru berlebaran dan bermaafan di tengah pandemi.
Salam Idulfitri 1441H