1. Penerapan dalam Pelaporan Keuangan: Dari Data ke Narasi Makna
Pelaporan keuangan adalah salah satu bidang paling jelas di mana pendekatan hermeneutik dapat diterapkan. Dalam paradigma konvensional, laporan keuangan dinilai berhasil jika sesuai dengan standar formal seperti PSAK atau IFRS. Namun, dari sudut pandang hermeneutik, keberhasilan sejati terletak pada kejujuran makna yang dikandung laporan tersebut.
Artinya, laporan keuangan seharusnya tidak hanya menginformasikan angka laba, aset, atau kewajiban, tetapi juga menceritakan narasi moral dan sosial di balik angka-angka tersebut. Laporan keuangan menjadi semacam teks sosial yang merefleksikan nilai, budaya, dan tanggung jawab perusahaan.
Sebagai contoh, laporan keberlanjutan (sustainability report) yang disusun oleh perusahaan dapat ditafsirkan melalui lensa hermeneutik sebagai bentuk komunikasi etis. Dalam laporan itu, perusahaan tidak hanya melaporkan aktivitasnya, tetapi juga menyampaikan pesan moral kepada masyarakat bahwa mereka peduli terhadap keseimbangan sosial dan ekologis.
Dengan demikian, pelaporan keuangan bukan sekadar alat akuntabilitas teknis, tetapi juga media dialog antara organisasi dan publik sebuah "fusi horizon" antara dunia korporasi dan nilai-nilai sosial masyarakat, sebagaimana dikemukakan oleh Gadamer.
2. Dalam Audit dan Akuntabilitas: Memahami Sebelum Menilai
Profesi auditor sering kali didefinisikan sebagai penegak objektivitas. Namun, hermeneutik menantang pandangan ini dengan menegaskan bahwa memahami lebih dahulu sebelum menilai adalah inti dari akuntabilitas sejati.
Seorang auditor hermeneutik tidak hanya mencari kesalahan dalam angka, melainkan berusaha memahami makna tindakan manajemen: mengapa keputusan diambil, dalam konteks apa, dan dengan nilai apa. Pendekatan ini menuntut empati (Einfhlung) kemampuan untuk "masuk" ke dalam pengalaman batin pihak lain tanpa kehilangan integritas profesional.
Sebagaimana ditekankan oleh Michael Power dalam The Audit Society (1997), masyarakat modern sering kali menjadikan audit sebagai ritual administratif. Hermeneutik mengubah fungsi itu: dari sekadar ritual menjadi proses pemaknaan sosial. Audit bukan hanya memastikan kepatuhan, tetapi membangun kepercayaan moral antara auditor, perusahaan, dan masyarakat.
Pendekatan ini juga menegaskan bahwa akuntabilitas sejati tidak hanya diukur dari kepatuhan pada standar, tetapi juga dari ketulusan moral dan transparansi niat. Dengan memahami konteks sosial, auditor dapat menilai kejujuran dan integritas laporan secara lebih menyeluruh bukan hanya benar di atas kertas, tetapi juga bermakna bagi publik.
3. Dalam Corporate Social Responsibility (CSR): Dari Formalitas ke Kesadaran Moral