Mohon tunggu...
anindya rahadi
anindya rahadi Mohon Tunggu... -

mahasiswa yang semester enam di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. angkatan 2007. menyukai buku, dan kegiatan membaca sambil makan atau minum susu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dan Pelangi Tak Pernah Pergi

10 Desember 2009   06:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dan ketika malam itu Langit duduk disampingnya, berada dibangku yang sama dan menatap langit pada malam yang sama… malam dengan air yang bertebaran. Malam dengan hujan. Pelangi merasa bisa saja dia jadi melumer selayaknya eskrim. Berdekatan dengan Langit membuatnya merasa seperti meleleh.

Pelangi ingin berbicara, dan menatap Langit dengan senyuman. Meneliti setiap perasaan aman yang juga dia rasakan bersamaan dengan rasa meleleh. Tapi Langit hanya diam… seperti mencoba mencatat akan apa yang dikatakan bintang, meresapi tiap sudut rasi dan menatap lekat rembulan.

“Kenapa? Kau sepertinya begitu tersiksa? Apa bersamaku merupakan beban?” Pelangi bertanya dengan wajah cemas. Berharap Langit akan menyalahkan dugaannya.

“TIdak begitu.” Langit berkata datar… “aku hanya akan meninggalkanmu.”

Pelangi terbelalak, “Jadi selama ini….”

“Bukan… ini bukan seperti yang kaupikirkan,” Langit menatap lekat kedua manik mata Pelangi. “aku hanya akan pergi sebentar…”


Pelangi menunduk, Langit sangat tau apa sebabnya. “Tentu saja aku akan kembali…” Langit tersenyum dalam senyum yang sedikit gusar. Senyum yang menyimpan banyak arti… atau mungkin… banyak kegusaran.

Pelangi tau dia tak rela. Tapi akan jadi sebuah keegoisan jika dia melarang Langit pergi. Seperti dua buah pilihan yang bisa mengantarkan ke jalan lain yang tak pernah disangka.

Tapi yang akhirnya terdengar keluar dari mulut mungilnya hanya…., “Baiklah,”

Dan hatinya terasa mati ketika melihat Langit tersenyum, satu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Separuh jiwanya pergi ketika Langit menggumamkan terima kasih.

“Katakan padaku kalau kau akan menungguku, maka aku akan kembali padamu. Menemuimu lagi ditempat ini. Karena aku yakin akhir semua ini adalah dongeng. Bahagia selamanya…” tangan kokoh Langit meredam jemari Pelangi. Pelangi sudah tidak menjejak bumi. Bukan perasaan indah yang ada, seperti yang biasanya dia rasakan… yang ada hanyalah perasaan terbelah yang amat menyakitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun